Catatan Mantan Jurnalis (2)
Edisi : Wartawan main saham
"Emang jurnalis ga boleh main saham??Emang main saham melanggar kode etik jurnalistik?". Pertanyaan itu sampai di Blackberry Messenger ku dari seorang jurnalis tipi nan ayu. Dia menanyakan hal itu setelah mencuatnya kasus pembelian saham Krakatau Steell oleh wartawan di media masa.
Kebetulan, teman dekatku tersangkut kasus itu. Dia akhirnya mundur karena dinilai melanggar kode etik setelah mengakui dirinya turut serta membeli saham BUMN baja itu. Nah, si Jurnalis tipi itu teman dia juga.
Aku tergelitik menulis kasus ini terasa begitu 'dekat'. Media tempat saya bekerja dulu hari ini juga nulis gede-gede dengan tajuk 'Wartawan Berlagak Pialang'. Nama temanku itu disebut jelas-jelas..inisialnya IBSU.*baca majalah tempo aja klo mau lengkap.
Mmhhh, kalau melihat pertanyaan teman saya diatas, masih ada (kalau ga boleh dibilang banyak) jurnalis yg kurang paham kode etik. Ya tahu, tapi ya hanya samar-samar. Lagian pendidikan jurnalis di negeri ini emang kayaknya kurang baik.Selama jadi jurnalis saya juga kurang paham hal iru. Pokoknya saya nulis, nulis dan yg penting gak ngamplop..itu aja..:-).
Lagian, wilayah kode etik emang putih abu-abu kaya seragam SMA sih..setahu saya frasa 'Dilarang main saham!', itu tak ada dalam kode etik jurnalistik, yang ada adalah 'wartawan Indonesia dilarang menerima suap dan menghindari konflik kepentingan'. Jadi, alasan dilarang main saham, katanya, adalah karena dekat dengan conflict of interest itu. Wartawan, terutama yg ada di lantai bursa, juga tahu info duluan tentang aksi korporasi emiten bursa sehingga cenderung untuk memanfaatkanya, 'insider trading' istilahnya.
Lalu, apakah wartawan diluar lantai bursa boleh main saham?Kalau nitip boleh ga?..*ini pasti jawabanya macam2.
Kalau diluar negeri, kalau ngga salah juga yah, aturanya emang jelas : wartawan bursa dilarang main saham. Kalau punya saham dia harus mundur, pindah desk dan kalau masih nulis pun harus disclose ditulisanya kalau dia punya saham. *busyet banyak amat 'kalau'nya untung ga ada editor notes hehe.
Sekarang kembali ke laptop..Apakah temen saya berdagang saham? Iya, dan itu diakui dia terang-terangan bahkan melalui akun fesbuknya. Tapi lalu, apakah dia melanggar kode etik? Ah, ini bisa memunculkan perdebatan. Teman saya itu, membantah kalau tulisan dia jadi tidak berimbang karena main saham. "Berita gw tetap fair," katanya. Lagian,kata dia, semua orang bebas main saham. Menurutnya, itu adalah hak ekonomi seseorang, termasuk wartawan.
Kata dia neh ya, kalo wartawan bursa ga boleh main saham harusnya jurnalis simpatisan parpol juga ga boleh nulis politik, fans MU ga boleh nulis berita sepak bola, jurnalis vegetarian ga boleh nulis kesehatan.
Menurutku ini agak berbeda konteks sih, tapi ya, terserah pendapat masing-masing.
Terus yang agak melenceng dari kasus ini adalah karena isunya jadi 'pemerasan'?!. Nah, ini udah permasalahan yang berbeda. Main saham dan meras adalah dua hal yg berbeda jauh. "Gw beli saham KS, tidak gratis, gw beli sesuai harga, sama sekali tidak ada pemerasan" katanya.
Disini, duduk kekeliruan jurnalis dalam kasus ini adalah pemanfaatan embel 'wartawan' untuk mendapatkan 'keistimewaan'. Karena dia wartawan, maka ada pihak, entah itu underwriter atau siapa lah yang mau memberikan jatah saham yg bisa dibeli. Coba kalau bukan wartawan, ya harus antrilah sama kaya yg lain..*catatan : politisi, pejabat juga banyak yg disinyalir dapet jatah saham ini.
Lalu kenapa isu beralih jadi pemerasan..? Disini, letaknya ada pada kekurang cermatan media yang menulis justru diisu tentang jurnalis pada awal kasus ini muncul. Kesalahan persepsi atas kata 'jatah', sumber yg sebenarnya masih belum resmi, minim cek dan ricek sehingga isunya justru melebar...dari main saham jadi meras.
Ah, tapi ya sudah lah..temen saya itu juga udah legowo pensiun dari dunia jurnalistik. Dia udah tenang sekarang leyeh-leyeh dikos tiap hari, tapi mungkin jurnalis bursa yg lain malah yg lagi deg-degan..
Lagian neh ya, kalau mau jadi jurnalis ideal emang harus mirip nabi, 'suci' deh pokoknya. Seperti tulisan saya sebelumnya, jurnalis emang banyak banget godaanya dan beratt cuy kalau mau bener2...namanya juga mirip nabi ya banyak banget lah godaanya.
Neh, kalau mau bener-bener dan saklek harusnya daftar dibawah ini ga boleh dilakukan oleh seorang jurnalis, list dibawah ini ada dari yg 'berat' ampe yg 'ringan'..
-Bikin berita miring buat meres narasumber
-Nerima amplop dari narasumber
-Dapat SPJ dari liputan bareng perusahan atau instansi pemerintah
-Nulis berita bagus-bagus, lalu dikasih uang terima kasih
- Ambil souvenir cantik usai liputan
-Dibayarin makan, karaoke atau dibeliin pulsa ama narsum.
- Makan makanan yang disediain tempat liputan
- manfaatin kartu pers buat bebas tilang polisi
- nonton konser atau pentas seni gratis pakai kartu pers
- bebas ngantri kalau bikin SIM dan mempermudah urusan ama polisi
- ikut pejabat, dapat fasilitas hotel, tiket pesawat dan dibeliin oleh2.
- ikut jalan2 ama narasumber
- main saham
- dapet beasiswa dr perusahaan atau nara sumber, dan masih banyak yg lainnya
Jujur deh, pasti jarang bgt jurnalis yg nggak melakukan salah satu dari hal itu. Dan semuanya berpotensi konflik of interest juga kan, meski kecil, sekecil biji zarah pun. Dan, saya akui beberapa hal diatas juga pernah saya lakukan..*tapi hanya yg 'kecil' lho, sekelas manfaatin kartu pers buat bebas tilang dijalanan..hehe.
Ah, pusing juga ah nulis panjang. Maklum lama gak nulis-nulis..hehe. Jadi, sekarang serahkan pada nurani saja deh...
*Ditulis usai dari kandang. Moga ga ada konflik kepentingan dibalik tulisan saya..hehe
NB : Tulisan ini sudah pernah di post di note akun fesbuk saya. Ini komentar terbaiknya :
Ule Albab (Jurnalis Tempo)
wahhh kerjaan pers disamain ma rasul, jadi kedengarannya berat banget gun..semua profesi itu kan ada kode etik ya yg acuannya hati nurani, kebetulan aja krn pers berada di ranah yg penuh kepentingan banyak orang maka mesti lebih sensitif da...ripada kerjaan lain.
soal daftar yg ga boleh dilakukan, gw buat pelanggaran juga tuh : selalu menikmati makan dari tempat liputan n pernah menggunakan kartu pers untuk menghindari temen yg hampir kena tilang...hikssSee more
Setan Martabak (Jurnalis Republika)
tulisan ini nyerempet2 kepentingan bisnis, krn sodara igun menyarankan pembaca untuk membaca majalah terbitan mantan kantornya :))
Mutia M Damayanti (Bankir Syariah)
Dari notesnya, nampaknya masih jurnalis :)
"Emang jurnalis ga boleh main saham??Emang main saham melanggar kode etik jurnalistik?". Pertanyaan itu sampai di Blackberry Messenger ku dari seorang jurnalis tipi nan ayu. Dia menanyakan hal itu setelah mencuatnya kasus pembelian saham Krakatau Steell oleh wartawan di media masa.
Kebetulan, teman dekatku tersangkut kasus itu. Dia akhirnya mundur karena dinilai melanggar kode etik setelah mengakui dirinya turut serta membeli saham BUMN baja itu. Nah, si Jurnalis tipi itu teman dia juga.
Aku tergelitik menulis kasus ini terasa begitu 'dekat'. Media tempat saya bekerja dulu hari ini juga nulis gede-gede dengan tajuk 'Wartawan Berlagak Pialang'. Nama temanku itu disebut jelas-jelas..inisialnya IBSU.*baca majalah tempo aja klo mau lengkap.
Mmhhh, kalau melihat pertanyaan teman saya diatas, masih ada (kalau ga boleh dibilang banyak) jurnalis yg kurang paham kode etik. Ya tahu, tapi ya hanya samar-samar. Lagian pendidikan jurnalis di negeri ini emang kayaknya kurang baik.Selama jadi jurnalis saya juga kurang paham hal iru. Pokoknya saya nulis, nulis dan yg penting gak ngamplop..itu aja..:-).
Lagian, wilayah kode etik emang putih abu-abu kaya seragam SMA sih..setahu saya frasa 'Dilarang main saham!', itu tak ada dalam kode etik jurnalistik, yang ada adalah 'wartawan Indonesia dilarang menerima suap dan menghindari konflik kepentingan'. Jadi, alasan dilarang main saham, katanya, adalah karena dekat dengan conflict of interest itu. Wartawan, terutama yg ada di lantai bursa, juga tahu info duluan tentang aksi korporasi emiten bursa sehingga cenderung untuk memanfaatkanya, 'insider trading' istilahnya.
Lalu, apakah wartawan diluar lantai bursa boleh main saham?Kalau nitip boleh ga?..*ini pasti jawabanya macam2.
Kalau diluar negeri, kalau ngga salah juga yah, aturanya emang jelas : wartawan bursa dilarang main saham. Kalau punya saham dia harus mundur, pindah desk dan kalau masih nulis pun harus disclose ditulisanya kalau dia punya saham. *busyet banyak amat 'kalau'nya untung ga ada editor notes hehe.
Sekarang kembali ke laptop..Apakah temen saya berdagang saham? Iya, dan itu diakui dia terang-terangan bahkan melalui akun fesbuknya. Tapi lalu, apakah dia melanggar kode etik? Ah, ini bisa memunculkan perdebatan. Teman saya itu, membantah kalau tulisan dia jadi tidak berimbang karena main saham. "Berita gw tetap fair," katanya. Lagian,kata dia, semua orang bebas main saham. Menurutnya, itu adalah hak ekonomi seseorang, termasuk wartawan.
Kata dia neh ya, kalo wartawan bursa ga boleh main saham harusnya jurnalis simpatisan parpol juga ga boleh nulis politik, fans MU ga boleh nulis berita sepak bola, jurnalis vegetarian ga boleh nulis kesehatan.
Menurutku ini agak berbeda konteks sih, tapi ya, terserah pendapat masing-masing.
Terus yang agak melenceng dari kasus ini adalah karena isunya jadi 'pemerasan'?!. Nah, ini udah permasalahan yang berbeda. Main saham dan meras adalah dua hal yg berbeda jauh. "Gw beli saham KS, tidak gratis, gw beli sesuai harga, sama sekali tidak ada pemerasan" katanya.
Disini, duduk kekeliruan jurnalis dalam kasus ini adalah pemanfaatan embel 'wartawan' untuk mendapatkan 'keistimewaan'. Karena dia wartawan, maka ada pihak, entah itu underwriter atau siapa lah yang mau memberikan jatah saham yg bisa dibeli. Coba kalau bukan wartawan, ya harus antrilah sama kaya yg lain..*catatan : politisi, pejabat juga banyak yg disinyalir dapet jatah saham ini.
Lalu kenapa isu beralih jadi pemerasan..? Disini, letaknya ada pada kekurang cermatan media yang menulis justru diisu tentang jurnalis pada awal kasus ini muncul. Kesalahan persepsi atas kata 'jatah', sumber yg sebenarnya masih belum resmi, minim cek dan ricek sehingga isunya justru melebar...dari main saham jadi meras.
Ah, tapi ya sudah lah..temen saya itu juga udah legowo pensiun dari dunia jurnalistik. Dia udah tenang sekarang leyeh-leyeh dikos tiap hari, tapi mungkin jurnalis bursa yg lain malah yg lagi deg-degan..
Lagian neh ya, kalau mau jadi jurnalis ideal emang harus mirip nabi, 'suci' deh pokoknya. Seperti tulisan saya sebelumnya, jurnalis emang banyak banget godaanya dan beratt cuy kalau mau bener2...namanya juga mirip nabi ya banyak banget lah godaanya.
Neh, kalau mau bener-bener dan saklek harusnya daftar dibawah ini ga boleh dilakukan oleh seorang jurnalis, list dibawah ini ada dari yg 'berat' ampe yg 'ringan'..
-Bikin berita miring buat meres narasumber
-Nerima amplop dari narasumber
-Dapat SPJ dari liputan bareng perusahan atau instansi pemerintah
-Nulis berita bagus-bagus, lalu dikasih uang terima kasih
- Ambil souvenir cantik usai liputan
-Dibayarin makan, karaoke atau dibeliin pulsa ama narsum.
- Makan makanan yang disediain tempat liputan
- manfaatin kartu pers buat bebas tilang polisi
- nonton konser atau pentas seni gratis pakai kartu pers
- bebas ngantri kalau bikin SIM dan mempermudah urusan ama polisi
- ikut pejabat, dapat fasilitas hotel, tiket pesawat dan dibeliin oleh2.
- ikut jalan2 ama narasumber
- main saham
- dapet beasiswa dr perusahaan atau nara sumber, dan masih banyak yg lainnya
Jujur deh, pasti jarang bgt jurnalis yg nggak melakukan salah satu dari hal itu. Dan semuanya berpotensi konflik of interest juga kan, meski kecil, sekecil biji zarah pun. Dan, saya akui beberapa hal diatas juga pernah saya lakukan..*tapi hanya yg 'kecil' lho, sekelas manfaatin kartu pers buat bebas tilang dijalanan..hehe.
Ah, pusing juga ah nulis panjang. Maklum lama gak nulis-nulis..hehe. Jadi, sekarang serahkan pada nurani saja deh...
*Ditulis usai dari kandang. Moga ga ada konflik kepentingan dibalik tulisan saya..hehe
NB : Tulisan ini sudah pernah di post di note akun fesbuk saya. Ini komentar terbaiknya :
Ule Albab (Jurnalis Tempo)
wahhh kerjaan pers disamain ma rasul, jadi kedengarannya berat banget gun..semua profesi itu kan ada kode etik ya yg acuannya hati nurani, kebetulan aja krn pers berada di ranah yg penuh kepentingan banyak orang maka mesti lebih sensitif da...ripada kerjaan lain.
soal daftar yg ga boleh dilakukan, gw buat pelanggaran juga tuh : selalu menikmati makan dari tempat liputan n pernah menggunakan kartu pers untuk menghindari temen yg hampir kena tilang...hikssSee more
Setan Martabak (Jurnalis Republika)
tulisan ini nyerempet2 kepentingan bisnis, krn sodara igun menyarankan pembaca untuk membaca majalah terbitan mantan kantornya :))
Mutia M Damayanti (Bankir Syariah)
Dari notesnya, nampaknya masih jurnalis :)
0 Response to "Catatan Mantan Jurnalis (2)"
Post a Comment