Menunggu Tuan Presiden...
Menunggu = MENYEBALKAN.
Pernah menunggu kekasih datang? Rasanya gelisah nian. Menanti jawaban, cuma satu kata, 'ya' atau 'tidak' atas ungkapan cinta kepada sang pujaan hati, wah tersiksa bukan main. Menunggu giliran berobat di RS, aih bosannya. Apalagi sudah kebelet harus antri pulak di depan WC, rasanya kesal benar. Pernah menunggui wanita belanja? Ini juga butuh kesabaran luar biasa... hehe.
Dan saat ini, masyarakat Indonesia sedang menunggu masal. Bukan menunggu sebuah hal yang menyenangkan, tetapi menunggu hal yang kemungkinan besar akan menyusahkan, kenaikan harga bahan bakar minyak. Pantas kalau reaksi beragam, gelisah berjamaah, tersiksa bebarengan, kesal pun bergotong-royong. Karena itu, milyaran caci mungkin sudah terucapkan, jutaan kritik dilontarkan dan ribuan batu sudah diemparkan bahkan korban pun sudah berjatuhan. WAJAR, karena rakyat telah dibuat MENUNGGU. Menanti tanpa kepastian, menunggu hal yang lebih tak pasti daripada menunggu Tokek berbunyi.
Oleh karena itu, wahai Tuan Presiden, berlakulah yang tegas. Anda dipilih rakyat, termasuk saya. Jangan buat kami menyesal terus telah memilihmu. Bilanglah 'ya', atau 'tidak' tanpa ragu. Jangan kau buat kami galau, jangan pula kau 'gantung' perasaan kami. Mungkin Tuan Presiden perlu jadi remaja lagi, merasakan bagiamana perihnya 'digantung' perasaanya atau sesekali temanilah Ibu Ani berbelanja.
Mari kita sama-sama berdoa, semoga Tuan Presiden segera diberi Ketegasan!
Amin
Pernah menunggu kekasih datang? Rasanya gelisah nian. Menanti jawaban, cuma satu kata, 'ya' atau 'tidak' atas ungkapan cinta kepada sang pujaan hati, wah tersiksa bukan main. Menunggu giliran berobat di RS, aih bosannya. Apalagi sudah kebelet harus antri pulak di depan WC, rasanya kesal benar. Pernah menunggui wanita belanja? Ini juga butuh kesabaran luar biasa... hehe.
Dan saat ini, masyarakat Indonesia sedang menunggu masal. Bukan menunggu sebuah hal yang menyenangkan, tetapi menunggu hal yang kemungkinan besar akan menyusahkan, kenaikan harga bahan bakar minyak. Pantas kalau reaksi beragam, gelisah berjamaah, tersiksa bebarengan, kesal pun bergotong-royong. Karena itu, milyaran caci mungkin sudah terucapkan, jutaan kritik dilontarkan dan ribuan batu sudah diemparkan bahkan korban pun sudah berjatuhan. WAJAR, karena rakyat telah dibuat MENUNGGU. Menanti tanpa kepastian, menunggu hal yang lebih tak pasti daripada menunggu Tokek berbunyi.
Oleh karena itu, wahai Tuan Presiden, berlakulah yang tegas. Anda dipilih rakyat, termasuk saya. Jangan buat kami menyesal terus telah memilihmu. Bilanglah 'ya', atau 'tidak' tanpa ragu. Jangan kau buat kami galau, jangan pula kau 'gantung' perasaan kami. Mungkin Tuan Presiden perlu jadi remaja lagi, merasakan bagiamana perihnya 'digantung' perasaanya atau sesekali temanilah Ibu Ani berbelanja.
Mari kita sama-sama berdoa, semoga Tuan Presiden segera diberi Ketegasan!
Amin
0 Response to "Menunggu Tuan Presiden..."
Post a Comment