Wiro Sableng, Pendekar Pilih Tanding Tapi Merana Dalam Asmara
Wiro Sableng (www.infokampus.news.com) |
Sampai tamat, murid Eyang Sinto Gendeng
tuh masih perjaka tulen, belum kawin dan belum pernah hooh hoohan yang full. Pernah kawin, cuma kawin settingan. Pernah mau hoohan, itu dalam pengaruh pelet atau dalam rangka menolong orang lain dan cuma berakhir kentang
alias kena tanggung doang. Tinggal leb, eh, ndak jadi..
Padahal ya, jikalau plot umum di bawah ini berlaku :
Pendekar gagah menolong perempuan, jatuh cinta, jadian, kawin.Teman seperjuangan, witing tresno jalaran soko kulino, jadian, kawin.Dijodohkan sama gurunya, awalnya nggak mau, akhirnya mau banget, jadian, kawin.
Niscaya pendekar dengan nama asli
Wiro Saksono yang lahir dari ibu bernama Suci dengan ayah bernama Raden
Ranaweleng itu mungkin sudah ratusan kali kawin mawin. Akan tetapi kenyataanya tidak.
Nih ya, kalau di dunia lain, cowo culun nolong cewe cakep saja bisa jadian, ini pendekar ganteng nan sakti
kagak jadian, padahal cewenya udah ngarep abis.
Kalau pendekar lain sama-sama berjuang menumpas kejahatan menumbuhkan benih-benih cinta lalu kawin, Wiro tidak.
Padahal, kalau dipikir-pikir kurang apanya si bliyo ini? Jejak petualangannya dashyat. Penjelajahan Wiro membentang dari Tanah Rencong di ujung timur Swarnadipa, mendaki Puncak Singgalang di Pulau Andalas, menikmati
keindahan Ngarah Sianok di Tanah Minang, berkeliling seantero Jawa, menjelajah
Tanah Pasundan, singgah di Pulau Dewata,
sampai melancong ke Tiongkok dan Jepang bahkan ke negeri antah berantah bernama
Latanahsilam.
Pada setiap wilayah yang disambangi, Ia selalu menebar
kisah harum : memberantas kejahatan, membasmi kemungkaran. Tak terhitung wanita
cantik yang diselamatkanya dari para durjana pemetik bunga. Berpuluh pendekar
jelita silih berganti menemaninya. Namun, apa daya Wiro tetap jomblo dan bukan
hanya jomblo biasa tapi JNNM alias Jomblo Ngenes Nyaris Mubazir.
Kalau Wiro sigap, tanggap dan mau sedikit nggragas, puan seperti apa saja ada. Jika melihat status, ada wanita biasa,
putri bangsawan, ratu, selir sampai gundik pun ada. Tentu saja yang sama-sama dari dunia persilatan juga banyak. Kalau
melihat asal, ada yang dari wanita jawa, mojang priangan, gadis dari aceh, minang, batak, jegeg bali, amoy china, kembang jepun sampai awewe yang berasal dari
Latanahsilam atau wanita dari alam roh sekalipun ada yang mau sampai termehek-mehek.
Mau daya tarik fisik yang bagaimana?? Gadis cantik eksotik dengan
sepasang mata biru yang bisa tembus pandang, ada Ratu Duyung. Mau yang ramping, anggun,
bermata hijau rambut pirang yang wudele bodong dan bisa mengeluarkan geni biru, ada Pandan Wangi alias Bidadari
Angin Timur. Kalau mau yang rambut hitam bodi semlohai, ada Anggini, murid Dewa
Tuak yang sudah dijodohkan dengan dirinya.
Mau yang kecantikannya sampai bikin
iri para peri, Luhcinta udah kasih kode keras. Kalau mau yang cakep tur gampangan, Luhtinti siap sedia tak pakai lama cuzz.... Kepengen yang
tubuhnya selalu menyebarkan bau harum tanpa pakai rexona, ada Bunga, Si Dewi
Bunga Mayat yang tulus. Sederet nama ini juga tidak ada yang jelek, cuantik kabeh, ada Puti Andini cucu
Tua Gila, Rara Murni, Luh Rembulan, Purnama, Peri Angsa Putih, Sri Kemuning, Srindi, Nyi
Roro Mangut, Suti, Ratna Kaliangan, Ning Intan dan lainnya...
Ah, dasar Wiro katro! Coba pada posisi Wiro pria seperti
kita atau kalau kalian nggak mau disama-samain ya kayak aku deh... Pasti anaknya udah di mana-mana. Asyiknya mereka ini kalau kita pergi yang ditinggalkan juga rela. Jadi, kawin, pergi, kawin, pergi, gituu teruss..
Kawin 1
“Dinda, aku harus meninggalkanmu untuk memberantas
kejahatan disana”
“Baiklah Kanda, aku relakan kepergianmu”
Kawin 2.
“Dinda, aku tak mau membahayakan keselamatanmu. Aku harus
pergi agar penjahat itu tak lagi menggangumu”
“Baiklah kanda, pergilah”
Kawin 3
Dan seterusnya..
Salut buat Bastian Tito, sang pencipta Wiro, bliyo memang bukan
sembarang sastrawan. Ia pujangga jempolan. Menurut saya, ada maksud terpendam Pak Bastian kenapa Wiro dibuat merana dalam urusan asmara.
Pertama, Wiro adalah pendekar pembasmi kejahatan, bukan
laki-laki biasa, Ia ditakdirkan harus memilih jalan pedang. Mana bisa dirinya harus
konsentrasi memberantas kejahatan kalau masih harus membagi pikirannya dengan
urusan asmara yang melelahkan. Banyak lelaki hebat di dunia ini
enggan kawin yang untuk berkonsentrasi mewujudkan cita-citanya, contohnya ada
Gajah Mada dengan Sumpah Palapanya, Ceng Ho yang memimpin muhibah keliling dunia, Galileo Galilei penemu hebat, Edmon Kirsch ilmuwan philantropis ala Dan Brown dan lainnya.
Kedua, Wiro pendekar baik budi, tentu tidak ingin
membahayakan orang lain apalagi orang yang dicintainya. Tentu pula, Ia tak tega
melihat istri atau kekasihnya atau anaknya nanti merana jika Ia harus berkalang
tanah saat berjuang membasmi kemunkaran.
Ketiga, Bastian Tito ingin memberikan wejangan cinta
bahwa wanita itu butuh kepastian. Wiro dijadikan kaca benggala bahwa ketidakpastian
alias ke PeHaPe-an-nya kepada wanita
harus dibayar dengan resiko ditinggalkan. Secinta-cintanya wanita jika tak
diberi garansi kepastian lelah juga, mereka menyerah, lalu memilih move on. Bidadari Angin Timur contohnya
yang memilih untuk membuka lembaran baru dengan Hantu Jatilandak.
Keempat, bokapnya Si Vino G. Bastian itu juga mau bilang
bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Sudah ganteng, sakti, kocak, baik
budi dan dikelilingi wanita cantik tak jaminan urusan asmara lancar. Tak semua cerita
harus happy ending, adapula yang harus diakhiri kesedihan, kekecewan bahkan
dendam.
Kelima, ini pesan yang paling penting. Lelaki nakal boleh tetapi harus ada batasannya. Contoh Si Wiro, meski banyak wanita termehek-mehek bukan
berarti kamu bebas untuk menikmatinya apalagi menyakitinya. Pada dunia yang
semakin edan ini, Wiro semakin relevan sebagai teladan.
Suatu ketika Wiro lagi
ngobrol soal pribadi dengan Ratu Duyung. Wiro ditanya soal hubungannya dengan
wanita dan status keperjakaanya. Pendekar pilih tanding itu menegaskan kalau
zina mata, tangan, telinga mungkin ia sudah melakukanya berkali-kali, tapi zina
badaniah belum.
“Kalau zina mata atau tangan atau
telinga mungkin sudah pernah aku lakukan. Aku bukan manusia tanpa rasa. Tapi
kalau zina badaniah yang kau maksudkan, itu belum pernah melakukan. Tuhan masih
memeliharakanku dari yang satu itu...”
Aih, beraaatzz bukan...?
--
Catatan :
Tulisan ini didedikasikan untuk salah satu tokoh idolaku, Wiro Sableng. Many thanks buat Bastian Tito dan Firdaus Asykar (mojok.co)
atas inspirasinya.
0 Response to "Wiro Sableng, Pendekar Pilih Tanding Tapi Merana Dalam Asmara"
Post a Comment