Schmalhausen : Pejabat Belanda di Purbalingga dan Keponakan Karl Marx Yang Pro Pribumi
H.E.B Schmalhausen (geni.com) |
Tahukah Anda jika di ada seorang
Assistent Resident Belanda yang pernah menjabat di Purbalingga adalah keponakan
dari Karl Marx? Itu lho, seorang pemikir dunia dan pengarang buku ‘Das Kapital’,
sering disebut sebagai Bapak Ideologi Marxisme yang mengilhami lahirnya paham komunisme.
Nama orang itu adalah Henri Eduard
Benno (H.E.B) Schmalhausen. Empat tahun lamanya (1899–1903), Ia tinggal di
Purbalingga sebagai Assistent Resident yang merupakan jabatan tertinggi di wilayah
setingkat kabupaten pada era Pemerintahan Kolonial Belanda.
Meski seorang pejabat Belanda di tanah
jajahan, Schmalhausen kritis terhadap imperialisme yang dilakukan oleh
negaranya sendiri. Catatannya selama menjabat di Hindia Belanda, khususnya di
Jawa, dituangkan melalui goresan pena. Salah satu master piece-nya adalah buku berjudul Over Java en de Javanen
(Tentang Jawa dan Orang Jawa).
Keponakan
Karl Marx itu menceritakan hasil blusukan
dan bertatap muka langsung dengan para petani dan buruh, terutama yang bekerja pada
sektor perkebunan di Pulau Jawa, termasuk di Purbalingga tentunya. Saat itu, era
tanam paksa memang sudah berakhir dan diterapkan Undang-Undang Agraria baru
pada 1870.
Namun, penderitaan
rakyat belum berakhir karena beleid tersebut masih memberlakukan Hak Erfpacht bagi pemerintah dan
pengusaha swasta Belanda. Peraturan itu membuat rakyat tidak banyak memiliki
lahan sendiri dan hanya diperankan sebagai pekerja di perkebunan-perkebunan
Hindia Belanda.
Buku Over Java En De Javanen karya H.E.B Schmalhausen |
Contoh
pemikiran kritisnya terhadap pemerintah kolonial tertuang di bukunya pada halaman
169 seperti ini : "Tanah Jawa
mempunyai jalan-jalan kereta api dan trem, banyak sekali tanah-tanah erfpacht
telah dibuka dan diusahakan, banyak pabrik-pabrik gula dan nila sudah
berdiri,……tapi apakah semua ini bisa mencegah keadaan bahwa kesejahteraan
bukannya maju, malah menjadi mundur?"
Menurut
Schmalhausen, sepanjang pengamatannya, yang ditemukan hanyalah kegetiran nasib para
petani. Misalnya, Ia menggambarkan para perempuan berjalan jauh di tengah terik
siang hanya untuk mendapatkan 9 sen dari upah mengetam padi. Tapi, sering kali
mereka hanya bisa berpangku tangan karena pekerja terlalu banyak.
"Maka
ada yang menangis tersedu-sedu lalu duduk di tepi jalan, putus asa.
Keadaan-keadaan yang demikian itu baru bisa kita mengerti, sesudah hidup lama
di pedalaman, itupun kalau kita cukup punya perhatian kepada negeri dan
penduduk dan senantiasa membuka mata!"
Pandanganya yang menentang imperialisme
yang diterapkan oleh negaranya sendiri dan peka terhadap nasib pribumi itupun menjadi
rujukan pemikiran para pejuang perintis kemerdekaan. Tercatat tokoh pergerakan
seperti Soekarno dan Mas Marco Kartodikromo kerap mengutip pemikiran
Schmalhausen dalam tulisanya yang menjadi bahan bakar perjuangan melawan
penjajah.
Salah satunya, pledoi fenomenal
Soekarno saat diadili Belanda pada 14 Agustus 1930 di Lanraad, Bandung yang
berjudul "Indonesia Menggugat".
Bung Karno mengutip buku itu dalam pledoinya seperti yang saya sitir diatas.
Soekarno menyebut Schmalhausen sebagai
‘Bekas Assisten-Residen yang terkenal itu’.
Mas Marco pada harian Sinar Djawa
yang terbit pada 26 Maret 1918 juga menerbitkan tulisan yang mengutip Tuan
Schmalhausen. Berikut ini, saya kutipkan dua paragraf awal tulisannya,
selengkapnya bisa dibaca disini.
Tuan H.E.B. SCHMALHAUSEN, pensiunan
Assistent Resident di tanah Jawa bukunya yang dikasih nama OVER JAVA EN DE
JAVANEN, betapakah sangsaranya bangsa kita orang desa yang tanahnya sama disewa
pabrik. Di sini kami tidak perlu lagi menerangkan lebih panjang tentang
isinya buku yang tersebut di atas, tetapi kami hendak membuka aduan beberapa
orang desa yang sawahnya disewa oleh pabrik gula. Sampai sekalian pembaca telah
menaksikan sendiri, di tanah kita inilah penuh dengan pabrik-pabrik gula dan
berjuta-juta rupiah pabrik itu bisa tarik keuntungan.
Kalau hal itu dipikir dengan hati yang
suci, orang tentu bisa berkata, bila kauntungan sebesar itu kakayaan bangsa
kita orang desa yang mempunyai sawah disewa pabrik. Dari itu tidak salah lagi
kalau ada yang berkata: Di mana ada pabrik gula, tembako, nila enz, enz. di
situlah orangnya desa rongkang-rangkang! Meskipun kami mengerti bahwa
kapitalisme dan regeering itu sasungguhnya jadi satu badan, tetapi di sini kami
hendak menguraikan dengan cara yang baik, juga dengan sangat pengharapan kita
supaya pamerintah sudi memperhatikan tulisan kami ini, agar supaya bangsa kita
saudara desa tidak terlalu sangat mendapat tindesan dari pabrik-pabrik gula
Asissten
Resident, Pejabat Belanda Setingkat Bupati
AR adalah pejabat Belanda yang ditempatkan
di wilayah setingkat afdeling atau kabupaten
yang jabatannya selevel dengan Bupati. Jadi, bisa disebut, AR adalah jabatan
tertinggi pejabat kolonial non pribumi di kabupaten. Bupati dengan garis
birokrasi dari Inlandsch Bestuur
(perangkat pegawai pribumi) dikontrol dan diawasi oleh seorang
Asisstent-resident (AR) dengan garis birokrasi Europeesch Bestuur (perangkat pegawai pemerintah dari kalangan
orang Eropa).
Seorang AR dibantu oleh controleurs dan aspirant controleurs untuk mengumpulkan pajak, membuat catatan dan
laporan pajak, mencatat hasil tanaman wajib seperti kopi, nila, dan tebu. Mereka
bertanggung jawab dan melaporkan tugasnya kepada resident yang membawahi beberapa afdeling.
Berdasarkan catatan sejarah, AR di Poerbolinggo pernah dijabat oleh Tuan
Tak pada 1831, Willem Canneman (1851-1854), C Bosscher, A Thesingh (1875), BW
Heaviside (1888), HEB Schmalhausen (1899), Ch Ph Riviere (1903), H Leenmans,
dan P L Holscher (1938).
Jadi, Scmalhausen menjabat di
Purbalingga selama kurang lebih empat tahun yaitu 1899-1903. Sebelumnya, Ia
berkarir di Jawa Timur, yaitu di Jombang dan Mojokerto pada 1886–1899. Usai
menjabat di Purbalingga, Ia pulang ke negaranya sampai akhir hayatnya.
Biodata
Singkat Schmalhausen
Schmalhausen lahir di Masstricht,
Limburg, Belanda pada 12 Mei 1857. Ia merupakan putra bungsu dari pasangan
Willem Robert Schmalhausen (1817-1862) dan Sophia Marx (1816-1886) yang
berkebangsaan Jerman. Ia memiliki kakak yang kesemuanya perempuan yaitu
Henriette, Carolina dan Bertha.
Schmalhausen menikah dengan Odilia
Rosalia Bruijn dan memiliki dua orang anak yang semuanya lahir di Indonesia.
Anak pertama Christianus Johannes Antonius lahir di Jombang pada 1886.
Kemudian, adiknya Johana Jacoba lahir di Mojokerto pada 1989. Tampak dibawah
ini foto keduanya dengan seorang wanita, diduga pengasuhnya yang merupakan
orang pribumi.
Christian dan Johana Schmalhausen dengan pengasuhnya (geni.com) |
Mantan AR di Kota Perwira itu
meninggal pada 23 Februari 1906 di usia relatif muda, 48 tahun. Hanya tiga
tahun berselang setelah pulang dari Purbalingga. Ia dikebumikan di Apeldoorn,
Gelderland, Belanda.
Lalu
bagaimana Ia berkerabat dekat dengan Karl Marx?
Berdasarkan penelusuran portal
penyedia data pohon silsilah keluarga geneanet.org atau geni.com, ibunya, Sophia Marx adalah kakak
kandung dari Karl Heinrich Marx (1818-1883). Sophia adalah anak pertama dan
Karl adiknya langsung yang hanya terpaut dua tahun. Mereka lahir dari pasangan
Heinrich Hendrik Marx (1782-1838) dengan Henriette Presburg (1788-1863).
Sophie dan Karl masih punya dua adik,
yaitu Hermann Marx dan Louise Marx. Mereka semua lahir di Trier, Rheinland-Pfalz,
Jerman atau yang saat itu dikenal dengan Prussia.
Karl Marx (wikipedia) |
Kedekatan kekerabatan inilah yang
memungkinkan pemikiran Schmalhausen banyak dipengaruhi pamannya, Karl Marx,
sehingga cenderung beraliran sosialis dan cukup kritis terhadap imperialisme. Hal
itu jelas terlefleksi dalam catatannya yang judul lengkapnya ‘Over Java en de Javanen : Nagelaten
Geschriften van H. E. B. Schmalhausen’ yang diterbitkan oleh P. N Van Kampen
& Zoon di Amsterdam pada 1909 atau 3 tahun setelah Ia meninggal.
Selain itu Ia juga menulis buku ‘Twee onderwerpen van actueel belang op
koloniaal gebied : I. Europeesch- en inlandsch bestuur. II Een uitstapje op
belastinggebied yang diterbitkan di Soerabaia oleh penerbit H. van Ingen, 1899.
Kemudian, buku Voorstel
tot afschaffing der heerendiensten en tot inkrimping der gemeentediensten in de
afdeeling Djombang, benevens de daarop betrekking hebbende besluiten van den
resident van Soerabaia yang juga diterbitkan di Soerabaia oleh Penerbit Thieme, 1889.
Menurut saya, tulisan-tulisan dan
pemikiran Schmalhausen bisa disejajarkan dengan para tokoh Belanda yang
berpihak dan peduli kepada nasib pribumi yang lebih tenar seperti Multatuli, Baron
van Hoevell, Douwes Dekker, Prof. Gonggrijp dan Poncke Princen. Mereka semua lantang
menentang praktik imperialisme Pemerintahan Hindia Belanda.
Dimanakah
Schamalhausen tinggal saat di Purbalingga?
Setiap AR, termasuk Schmalhausen,
bertempat tinggal sekaligus beraktivitas di Kantor AR bersama para controleurs-nya. Saat ini, kantor AR
yang pernah ditempati Schmalhausen digunakan sebagai Markas Komando Distrik
Militer (Kodim) 0702/Purbalingga. Letaknya di Jl Letjend S Parman No 1,
Kelurahan Bancar, Purbalingga.
Kantor AR Dulu, Kini Makodim Purbalingga |
Bangunan era kolonial yang berciri
khas arsitektur indische empire itu relatif
masih terawat dengan baik. Tembok kokoh dan tebal, langit-langit tinggi, lantai
dari marmer. Kemudian, di tengah terdapat Central
Room besar yang berhubungan langsung dengan beranda depan dan belakang.
Barisan pilar besar bergaya Yunani berjajar di ruangan untuk mendukung atap
yang menjulang ke atas.
Kantor AR Purbalingga (Tampak Depan) |
Gedung itulah yang menjadi saksi bisu keponakan
Karl Marx menorehkan tintanya menceritakan penderitaan warga pribumi, termasuk
warga Purbalingga yang saat itu oleh kompratriotnya disebut dengan Inlander. Tulisan Schmalhausen, secara
tidak langsung ikut mengilhami para pejuang kemerdekaan untuk membebaskan negeri
ini dari belenggu penjajahan.
Priben
lur? Menarik ya sejarah kotane dewek...
Ahai...
Serr..
Sumber Tulisan dan Foto :
1. Materi Diskusi ‘Bangunan Bersejarah di
Purbalingga dan Ceritanya’ yang disusun penulis pada diskusi 15 Februari 2019
yang disusun penulis dan liputannya Mas Galuh Widura yang diterbitkan di liputan6.com
2. Situs pencarian silsilah keluarga
geni.com dan geneanet.org
3. Situs Wikipedia
4. Buku ‘Indonesia Menggungat’ karya Bung
Karno yang berisi pledoi pada sidang Lanraad Bandung, 15 Agustus 1930 yang
filenya saya baca disini
6. Special
thanks to Mas Ganda
Kurniawan, Sejarawan Muda Purbalingga
3 Responses to "Schmalhausen : Pejabat Belanda di Purbalingga dan Keponakan Karl Marx Yang Pro Pribumi"
Joooosss
Keren bgt kang jal sejarahe wong landa liane simg pernah ning purbalingga
Karo sejarahe wong tionghoa ning pbg
makasih Mbak Arum
Ok Mas Suswanto.. sedang pengumpulan bahan-bahan
Post a Comment