Misteri Prasasti Bukateja, Artefak Era Mataram Kuno Terbuat dari Emas
Prasasti Bukateja, Photo By Arlo Grifith (Dok : www.anangpaser.wordpres.com) |
Nah, pencarian itu menghubungan dengan salah satu tokoh peneliti yang getol
meneliti sejarah kuno di Indonesia, termasuk soal Candi Mendut yaitu Prof. J.G. de Casparis. Ketika saya cari tahu
lebih lanjut tentang Prof. Casparis, ternyata Ia pernah meneliti patung kuno yang terbuat dari lempengan emas dari Bukateja, Purbalingga.
Ahaii,
unik sekali iniihh dan saya jarang sekali mendengar soal temuan artefak dari Bukateja yang tak jauh dari rumah saya itu. Serr,
saya pun penasaran dan menggali informasi lebih lanjut.
Keterangan di laman Wikipedia menyebutkan, patung yang terbuat dari lempengan emas itu adalah
sebuah prasasti yang kemudian disebut dengan Prasasti Bukateja. Patung Nandiswari itu
merupakan koleksi pribadi keluarga Tan Oen Dji, yang tinggal di Bukateja,
Purbalingga, Jawa Tengah. Tempat penemuan aslinya tidak diketahui. Prasasti ini
tidak berangka tahun tetapi dari bentuk tulisannya yang tergores pada aertefak diduga berasal kira-kira
dari antara tahun 821-840 M.
Prasasti ini
dianalisis oleh Prof. Casparis pada 1956. Ia menyebutkan bahwa prasati itu berasal
dari era Mataram Kuno dan bersifat Siwais. Pada badan artefak kuno tersebut ada
tulisannya pada bagian belakang sebelah kanan dengan Aksara Kawi dalam Bahasa Melayu Kuno. Tulisannya
singkat saja seperti ini :
Ini Padehanda Hawang Payangnan
Casparis
menerjemahkan kalimat itu sebagai : these
[presumably the deposit of bhasma] are the corporeal remains of hawang
payangnan.
Jadi menurut Casparis, PADEHANDA
adalah ‘sisa sisa tubuh’, HAWANG adalah nama gelar, sedangkan PAYANGNAN adalah
orang yang memiliki gelar tersebut. HAWANG PAYANGNAN dimungkinkan adalah tokoh yang mungkin setara dengan Dapunta Syailendra [Priyadi 2000b]
seperti yang disebut dalam Prasasti Sojomerto yang juga berbahasa Melayu Kuno
[Boechari 1996:243].
Hmmh,
sayangnya informasi dan data soal Prasasti Bukateja masih minim sehingga masih menyimpan misteri. Siapakah Hawang Payangnan? Berasal dari kerajaan apa?
Namun, jika boleh menganalisis amatiran, berarti pengaruh Kerajaan Mataram Kuno sampai di Purbalingga yaa. Bisa jadi Kota Perwira dulunya merupakan
wilayah yang penting, mengingat prasastinya saja terbuat dari lempengan emas lho cooyyy... dan Si Mamas Hawang Payangnan bukanlah tokoh kaleng-kaleng yang bahkan disebut selevel dengan Dapunta Syailendra.
Sayangnya lagi, Kokoh Tan
Oen Djie atau ahli warisnya yang merupakan kolektor artefak itu, berdasarkan penelusuran juga
sudah tidak ada di Bukateja. Saya bertanya kepada Ketua Paguyuban Masyarakat Tionghoa Purbalingga (PMTP) Bapak Kris Hauw, juga tidak tahu. Kemungkinan, mereka sudah berpindah ke Belanda.
Prasasti Bukateja saat ini disimpan di Universitas Leiden, Belanda. Pada keterangan di Digital Collection Leiden University seperti ini : "Statue of Nandiswara with an
inscription on the right side of the back piece" artinya Patung
Nandiswara dengan tulisan di bagian belakang sebelah kanan. Artefak tersebut diberi keterangan lokasi berasal dari Bukateja, Purbalingga, Jawa Tengah dan pertama kali dipublikasikan pada 1941.
Keterangan Soal Koleksi Artefak dari Bukateja di Leiden University (Dok : Digital Collections Universiteit Leiden) |
Selain, patung Nandiswari yang berinkripsi, ada satu lagi patung dari Bukateja yang saat ini menjadi koleksi Leiden Univesity. Patung yang memggambarkan seorang dewi itu juga terbuat dari lempengan emas. Bukan Mas Igoen yaa, emassss, saya ulang sekali lagi emassss..!
Ini dia patungnya luurr..
Patung Dewi dari Bukateja yang terbuat dari Emas ( Dok : Digital Collections Leiden University) |
Pada keterangan, patung tersebut berasal dari Bukateja, Purbalingga, Jawa Tengah dan dipublikasikan pertama kali pada 1863.
Lalu, Siapakan Prof. J.G. de Casparis?
Prof J.G.Casparis (Dok : wikipedia) |
Laman
wikipedia menyebutkan bahwa peneliti dengan nama lengkap Johannes Gijsbertus (Hans) de Casparis itu lahir di Eemnes, 31 Mei 1916 dan
meninggal di Wassenaar, 19 Juni 2002 pada usia 86 tahun.
Ia adalah profesor dan salah satu peneliti sejarah kuno nusantara terkemuka.
Selain memiliki banyak karya ilmiah dan prestasi akademik, dia
berjasa mengubah sikap pemerintah Indonesia yang menganggap remeh bidang sejarah dan arkeologi. Casparis juga yang meyakinkan Presiden Soekarno untuk mendirikan Dinas Kepurbakalaan pada 1950.
Casparis datang dan meneliti sejarah nusantara ini sejak
1939. Ia tinggal di Indonesia puluhan tahun, terutama Pulau Jawa dan Sumatera dan
menghasilkan berbagai karya monumental.
Buku-bukunya yang terkenal, diantaranya : L'Importance
de la disyllabie en Javanais, (1947); Prasasti I: Inscripties uit de
Çailendra-tijd,(1950); Twintig jaar studie van de oudere geschiedenis van
Indonesia (1931-1951),(1954); Prasasti Indonesia II: Selected Inscriptions
from the 7th to the 9th century A.D.,(1956); Short inscriptions from Tjaṇḍi
Plaosan-lor, (1958) ; Historical writing on Indonesia,(1961); Indonesian
palaeography: a history of writing in Indonesia from the beginnings to C. A,
Part 1500, (1975); Peranan Adityawarman Putera Melayu di Asia Tenggara,(1989) dan An ancient garden in West Sumatra, (1990).
Tentang
Prasasti Bukateja itu ada di bukunya yang berjudul : Prasasti
Indonesia II: Selected Inscriptions from the 7th to the 9th century A.D.,
(1956)
Indonesia Palaeograpgy, Salah Satu Buku Prof. Casparis (Dok : www.amazon.com) |
Casparis
juga dikenal karena banyak meneliti tentang candi yang merupakan tujuh
keajaiban dunia asal Indonesia, yaitu, Borobudur. Berdasarkan Prasasti Karangtengah dan Tri Tepusan, Casparis memperkirakan pendiri
Borobudur adalah raja Mataram dari Wangsa Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar
tahun 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur
diperkirakan memakan waktu setengah abad.
Dalam
prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah
bebas pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani) untuk menghormati Kamūlān yang disebut Bhūmisambhāra.
Istilah Kamūlān sendiri berasal dari kata mula yang
berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur dari wangsa Syailendra. Casparis memperkirakan bahwa Bhūmi Sambhāra Bhudhāra dalam Bahasa
Sanskerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan
sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur.
Hmmh,
keren juga ya di Purbalingga ternyata ada Prasasti Bukateja alias Openteja Inscription... hehe.
Joss mbok lurr. Mbok ana sing duwe informasi lewih lengkap, bisa
dishare yaaa luur..
Sumber rujukan foto dan tulisan :
Digital Collection Leiden University
Situs
Wikipedia tentang Prasast Bukateja, Prof. J.G. de Casparis dan Prasasti Sojomerto
Artikel Situs Budaya yang bisa dibaca disini
Artikel
Blog Siwi Sang yang bisa dibaca disini
Artikel
Blok Anang Paser yang bisa dibaca disini
0 Response to "Misteri Prasasti Bukateja, Artefak Era Mataram Kuno Terbuat dari Emas"
Post a Comment