Menguak Sejarah Rumah Sakit Trenggiling
Seri Cerita Bangunan Bersejarah di Purbalingga
Perpisahan Dr. Bernard Allaart |
Sebuah
foto lawas yang sudah ‘krowak’
dipojok kiri bawah membuka lembar sejarah salah satu bangunan legendaris di
Purbalingga. Foto tersebut menggambarkan perspisahan tokoh berkewarganegaraan
Belanda yang pernah mengabdikan diri menjadi dokter di Purbalingga, Dr. Bernard
Allaart. Ia merupakan salah satu pimpinan rumah sakit paling awal berdiri dan
satu-satunya di Purbalingga saat itu.
Pada
papan yang ada dalam gambar tersebut jelas tertulis : ‘Selamat BERPISAH, Dr.
Bernard Allaart DENGAN KELUARGA’. Pada bagian bawah ada keterangan ‘R.S.U.D.S. II
PURBOLINGGO’ kemudian ada keterangan tarikh yang menunjukkan ‘30-5-1959’. Lalu
ada lukisan salib di pojok kiri atas dan goresan logo farmasi ‘cawan dibelit ular’
pada bagian bawah.
Dr.
Ahaart tampak berada persis di belakang papan didampingi istri dan dua anak
perempuannya. Di sekeliling mereka tampak orang-orang berseragam serba putih
khas tenaga kesehatan. Ada yang tampak orang berkebangsaan eropa, tionghoa
maupun warga pribumi. Mereka merupakan karyawan dan keluarga besar R.S.U.D.S II
Purbolinggo yang melepas Dr. Allaart dan keluargan pulang kembali ke negaranya.
R.S.U.D.S
II Purbolinggo sendiri kurang familiar di masyarakat Purbalingga. Akan tetapi
jika menyebut Rumah Sakit Trenggiling, warga Kota Perwira tak asing dengan
tempat itu. Sebab, RS Trenggiling merupakan rumah sakit satu-satunya dan
pertama di Purbalingga kala itu.
Berdasarkan
catatan sejarah, RS Trenggiling diresmikan pada Sabtu, 24 Desember 1910. Rumah
sakit tersebut diinisiasi oleh lembaga pengkabaran injil Nederland Zendings Genootscap yang dipimpin oleh Pendeta Dr Bernard
Jonathan Esser dan dr. MW Stokum. Nama resmi rumah sakit tersebut Rumah Sakit Zendingsziekenhuis te Purbalingga yang
disingkat menjadi Rumah Sakit Zending. Namun, karena lokasinya di Dusun
Trenggiling, Desa Kalikajar, Kecamatan Kaligondang, masyarakat Purbalingga
lebih gampang menyebut rumah sakit itu dengan sebutan Rumah Sakit Trenggiling.
Rumah
sakit tersebut dibangun dan diresmikan pada masa pemerintahan Raden Adipati
Ario Dipokusumo VI (1899 – 1925). Rumah sakit itu menempati bekas pabrik indigo
(pewarna kain alami) dan pengepakan gula.
Saat
Jepang menundukan Belanda, rumah sakit ini tetap beroperasi. Dokter-dokter
serta para suster dari Belanda yang bertugas juga tidak diusik. Setelah Indonesia
merdeka dan Belanda hengkang, para dokter dan suster Belanda pun masih bertahan.
Salah satunya, Dr. Ahaart itu yang mengabdi sampai 1959. Bahkan usai, Dr Ahaart
pulang ke negaranya masih ada dokter belanda yang menggantikanya, yaitu, Dokter
Brahman.
Sampai
kini banyak masyarakat Purbalingga yang masih mengenang Dr. Allaart, dr. Brahman
dan Rumah Sakit Trenggilingnya. Setelah
itu, RS Trenggiling dipimpin oleh orang beretnis tionghoa, dr. Han Tiong Bo.
Setelah itu, orang pribumi sudah mulai menduduki pimpinan rumah sakit.
Kemudian,
Rumah Sakit Trenggiling diambil alih penuh dan dikelola oleh Pemerintahan RI
melalui Pemerintah Daerah Tingkat (DATI) II Kabupaten Purbalingga. Pada 1979,
Gubernur Jawa Tengah Soeparjo Roestam memerintahkan agar rumah sakit berpindah
lokasi yang tidak terlalu jauh dari pusat kota. Soeparjo berpendapat Trenggiling
tidak strategi dan aksesnya sulit jika jembatan Sungai Klawing di Bancar putus
karena bencana alam.
Pada
1981 mulai dibangun gedung rumah sakit baru yang berlokasi di Kelurahan
Kembaran Kulon, Kecamatan Purbalingga. Dua tahun berikutnya, ditetapkan sebagai
RSUD Purbalingga, rumah sakit tipe C dengan SK Menkes No. 223/Menkes/VI/1983. Saat
proses pembangunan sampai awal beroperasinya rumah sakit baru, RS Trenggiling
masih memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
RSUD Purbalingga dulu |
Kemudian,
baru pada 5 Mei 1986 secara resmi seluruh kegiatan RSUD Purbalingga pindah ke
lokasi yang baru di Jl. Tentara Pelajar No. 22 Kelurahan Kembaran Kulon
Kecamatan Purbalingga. Ini lagi yang unik, meski memiliki nama resmi RSUD
Purbalingga dan lokasinya di Kelurahan Kembaran Kulon, masyarakat Purbalingga
lebih suka menyebut Rumah Sakit Wirasana, merujuk pada nama kelurahan yang
berbatasan dengan Kembaran Kulon.
Familiar
dengan percakapan bergini kan :
A
: “Jere bojone rika mriyang, lara apa kang?
B
: “Lah kae panas karo muntah-muntah bae?
A
: “Melas teman, siki mondok nang ngendi”
B
: “Nang Wirasana”
A
: “Ya wis, ngesuk tok tilik karo numpak kol cowak maring kota ya”
RSUD Dr. R. Goeteng Tarunadibrata |
Pada
29 Juni 2010, nama RSUD Purbalingga bersalin menjadi RSUD dr Goetheng
Taroenadibrata. Ini untuk mengenang pribumi Tanah Perwira yang tercatat sebagai
dokter pertama dari Purbalingga. Berdasarkan silsilah, Dokter Goetheng ini
masih keturunan Trah Arsantaka, pendiri Kabupaten Purbalingga.
Dr. R. Goeteng Tarunadibrata |
Itulah sekelumit kisah rumah sakit legendaris di Purbalingga.
Meskipun critane soal rumah sakit tapi dongane inyong semoga pada waras kabeh ya
luur..
Ahai..
Serr
Sumber Tulisan dan Foto :
Arsip Sejarah RSUD Purbalingga yang bisa dibaca disiniSumber Tulisan dan Foto :
Blog Estining Pamungkas yang bisa dibaca disini
Catatan :
Pada arsip Sejarah RSUD Purbalingga disebut Dr. Bernard Ahaart seharusnya adalah Dr. Bernard Allart.
0 Response to "Menguak Sejarah Rumah Sakit Trenggiling"
Post a Comment