Pendopo K.H Ahmad Dahlan dan Pergerakan Muhammadiyah di Purbalingga
Pendopo K.H. Ahmad Dahlan, Dulu (Dok : purbalingga.info.com) |
Salah satu ciri khas indische stijl yang banyak dipraktekan Belanda pada bangunan di tanah jajahannya adalah menggabungkan gaya eropa dengan sentuhan arsitektur pribumi nusantara. Pada bangunan itu tampak pada desain atap yang menggunakan model limasan pacul gowang.
Sentuhan tradisionalnya lagi ada pada dekorasi di sepanjang atap bagian bawah berupa tatanan papan kayu yang pada
ujungnya berbentuk kurawal. Kemudian, jendela krepyak kayu pada sisi barat dan timur serta pintu-pintu
dengan model kupu
tarung.
Bangunan tersebut bernama Pendopo K.H Ahmad
Dahlan yang kini terletak di Kompleks SMA Muhammadiyah
Purbalingga, sisi selatan alun-alun Purbalingga. Gedung itu
memiliki nilai sejarah yang penting dan merupakan saksi bisu pergerakan Ormas
Islam Muhammadiyah di ‘Bumi Perwira’.
Sebelum menjadi pusat pergerakan Muhammadiyah, bangunan itu
merupakan milik
perseorangan, yakni kakak beradik, Raden Mas Sobali dan Raden Ayu Anjani.
Berdasarkan buku Mengenal Purbalingga karya
Sasono dan Tri Atmo (1993) mereka berdua keturunan Raden
Tumenggung Dipokusumo V, Bupati Purbalingga ke-VII dari isteri ketiganya Mas
Ajeng Dasih.
Pada mulanya aktivis Partai Masyumi yang meminjam
bangunan itu dan diizinkan oleh pemiliknya. Selain sebagai kantor partai, juga digunakan
sebagai pusat pendidikan keislaman. Sebab, mayoritas
aktivis Masyumi juga merupakan orang Muhammadiyah, dalam
perkembanganya kemudian beralih menjadi pusat pergerakan ormas Islam yang
didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan itu.
K.H Ahmad Dahlan (Dok : tirto.id) |
Pergerakan Muhammadiyah berdiri di Yogyakarta pada 1912
dan masuk ke Purbalingga sekitar 1918 yang dimulai dari pengajian di desa-desa.
Ormas yang fokus pada pendidikan itu berkembang pesat dan resmi
menjadi Pimpinan Muhammadiyah Cabang Purbalingga dengan surat Keputusan
Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 01 Tahun 1922
tanggal 2 Januari 1922.
Semula pusat Muhammadiyah Purbalingga ada kompleks Masjid At-Taqwa, Kelurahan
Purbalingga Wetan (Depan Kantor Kejaksaan Negeri) sebelum pindah ke gedung itu. Kantor pusat yang baru
semakin menyemangati kader Muhammadiyah untuk memajukan syiar islam di Purbalingga.
Hal itu tampak pada
foto bertarikh 1927 yang menggambarkan kelulusan para
calon guru yang menimba ilmu di Sekolah Guru Rakyat Muhammadiyah tengah berpose di depan gedung itu.
Setelah lama berstatus pinjaman, pemilik tanah dan bangunan
itu minta untuk dibeli. Akhirnya pada 1946 dibentuk Panitia Pembelian Tanah
Muhammadiyah yang diketuai oleh KH Syarbini dan Sekretaris KH Abdul Kholik. Raden
Mas Sobali dan Raden Ayu Anjani selaku penjual itu meminta persekot Rp. 1000,- jumlah yang cukup besar untuk tahun itu. Sebagai analogi, saat itu emas 4 gram senilai Rp 5, artinya, Rp. 1000 setara dengan 800 gr emas atau sekitar Rp.640.000.000,-
(diasumsikan emas Rp. 800.000/gr.
Panitia pun harus bekerja keras mengumpulkan dana namun sampai
mendekati batas waktu dana yang dikumpulkan masih jauh dari harapan. Niat baik selalu didukung Allah SWT, pada saat panitia hampir putus asa,
ada seorang donatur yang mencukupi semua kekurangannya. Ia adalah K.H. Abu
Dardiri, seorang pengusaha dan tokoh Muhammadiyah di Purwokerto,
Banyumas.
Abu Dardiri (Dok : ibtimes.id) |
K.H. Abu Dardiri membantu karena memiliki ikatan erat
dengan Purbalinga. Ia tinggal, memulai
usaha dan tercatat sebagai pimpinan Muhammadiyah Purbalingga yang pertama.
Tokoh Muhamadiyah dermawan itu lahir di Gombong, Kebumen
pada 24 Agustus 1895. Setelah berpindah kerja sebagai pegawai pemerintah di
Djawatan Kereta Api, lalu pabrik gula, Dardiri muda merintis usaha percetakan
di Purbalingga. Usahanya berkembang pesat dan berhasil mendirikan cabang di
Gombong dan Jakarta.
Selain pengusaha, Abu Dardiri juga beraktivitas di
Muhammadiyah, bahkan pada saat Muhammadiyah Purbalingga berdiri, Ia terpilih
sebagai ketua. Pada 1940 saat konferensi Muhammadiyah tingkat Karesidenan
Banyumas memilih konsul, Dardiri terpilih. Ia pun kemudian pindah ke Banyumas
dan jabatan ketua Muhammadiyah Purbalingga beralih kepada H. Djawari Hasjim dan
KH. Sjarbini.
Abu Dardiri memiliki kedekatan dengan
Soekarno yang saat itu masih menjadi aktivis Partai Nasionalis Indonesia (PNI),
bahkan pernah mengundangnya ke Purbalingga untuk berpidato. Ia juga yang mengusulkan pendirian Kementerian Agama saat menjabat sebagai
Komite Nasional Indonesia (KNI) pada sidang Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia
Pusat (BPKNIP), 25 November 11945 di Jakarta.
Pendopo Ahmad Dahlan, Kini (Dok : Sistem Registrasi Cagar Budaya Nasional Kemendikbud) |
Nah, setelah urusan pembelian selesai dan beralih
kepemilikan,
gedung diberi nama “Balai Muslimin”. Selain sebagai pusat dakwah juga didirikan Pendidikan Guru Agama
(PGA). Kemudian, pada perkembangannya berdiri sekolah Muhammadiyah
mulai dari TK hingga SLTA.
Pada 1999, gedung berikut tanah itu berubah status
dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Atas Tanah. Sejak saat itu, gedung berikut
tanah telah resmi menjadi Hak Milik Persyarikatan Muhammadiyah dengan
sertifikat nomor 1073.
Pada 2013, berdasarkan SK PDM Nomor
0101/KEP/III.O/A/2013 tanggal 16 Dzulhijah 1434 atau 21 September 2013, gedung
ini diberi nama : Pendopo K.H Ahmad
Dahlan. Pada saat diresmikan dihadiri oleh Wakil Ketua
MPR RI yang juga Tokoh Muhammadiyah, Hajriyanto Y.
Thohari.
Sinau sekang kegigihan kader Muhammadiyah sing disekseni Pendopo Ahmad Dahlan, muga-muga syiar Islam terus berkembang nang Purbalingga ya luur.
Amin.... serr
Sumber Referensi :
Ulasan mengenai gaya arsitek indische stijl di Wikipedia
Artikel Tokoh Muhammadiyah Dibalik Berdirinya Kemenag RI yang
bisa dibaca disini
Arttikel Pendopo Ahmad Dahlan di Sistem Registrasi
Nasional Cagar Budaya Kemendikbud bisa dibaca disini
Artikel Anita Wiryo Raharjo pada blog yang bisa dibaca
disini
3 Responses to "Pendopo K.H Ahmad Dahlan dan Pergerakan Muhammadiyah di Purbalingga"
Ini akan menjadi salah satu dokumen yang dapat dijadikan referensi oleh pimpinan dan kader Muhammadiyah serta seluruh warga sekolah yang berada dibawah lingkungan persyarikatan Muhammadiyah; matursuwun mas Igo Saputra
Maaf mas, tulisan Muhammadiyah di judul huruf m nya kurang satu; dan ada juga di beberapa paragraf dibawah, meski tidak mengurangi esensi tapi bagi teman-teman Muhammadiyah mainded kurang enak dibaca saja.
Suwun Mas Imam atas apresiasi dan koreksinya... siapp, langsung dikoreksi
Post a Comment