Hujan Kanon di Gunung Wuled
Seri Cerita Perang Kemerdekaan di Purbalingga
Sebagai catatan, seusai Perjanjian Renvile ditetapkan
garis demarkasi Van Mook yang membagi wilayah Belanda dan Republik. Jawa Barat
dan sebagian Jawa Tengah adalah wilayah Belanda, Purbalingga berada
ditengah-tengah dan Banjarnegara yang berada di sebelah timurnya sudah merupakan
wilayah Republik.
Hujan Kanon
Aktivitas pejuang di Gunung Wuled tercium telik sandi
Belanda. Mereka pun menggempur wilayah itu. Namun, karena susah dijangkau
pasukan infanteri, gempuran dilakukan dengan meriam kanon dan serangan udara.
Selasa pahing, akhir tahun 1947, saat mentari baru beranjak naik, Gunung Wuled dihujani kanon Belanda. Kanonade yang dilepas dari Desa Pengadegan (saat itu masuk Kecamatan Kejobong) berlangsung kurang lebih 3 jam sampai dengan lepas waktu Dhuhur (sekitar pukul 13.00 WIB).
Korban jiwa berjatuhan. Sebagian besar merupakan rakyat
biasa yang merupakan penduduk setempat dan pengungsi. Korban jiwa yang tercatat
diantaranya Ibu Kasdi, Istri Kades Penaruban (Kaligondang), Ibu Yatin dari
Jatisaba (Purbalingga). Sementara penduduk setempat yang meninggal dunia ada
Ny. Tamiarja, Ny. Ahmad Yakup dan kakak perempuanya, Ny. Sadinala dan Misna.
Sementara yang luka berat ada Ny. Sanmuhyi, Ny.Tameja dan masih banyak yang
lainnya.
Ilustrasi Perang Kemerdekaan (Dok : Pinterest) |
Gunung Wuled adalah sebuah desa di tepian timur laut Purbalingga
yang berbatasan dengan Banjarnegara. Pada masa perang Kemerdekaan, 1945-1949,
desa tersebut memiliki peran cukup vital bagi pejuang republik.
Desa yang masuk dalam wilayah Kecamatan Rembang itu menjadi markas pejuang dan tempat
pengungsian penduduk. Lokasi cukup ideal karena relatif tersembunyi, konturnya
yang berbukit-bukit dan aksesnya susah dijangkau Belanda. Selain itu, Gunung
Wuled juga sebagai jalur penting bagi pejuang yang menghubungkan antara
Purbalingga dan Banjarnegara.
Peta Satelit Desa Gunung Wuled dan Sekitarnya, Tampak Dikelilingi Perbukitan (Google Map) |
Selain itu, di Gunung wuled juga dibentuk Pusat
Perbekalan Bahan Makanan (PPBM) guna mencukupi kebutuhan makanan gerilyawan dan
pengungsi. PPBM diketuai oleh Maksoem Hardjoprajitno, seorang pengungsi dari
Kota Purbalingga. Sebagai gudang penyimpanan digunakan rumah kepala desa
setempat bernama Kertayuda.
Selain bantuan masyarakat setempat, bahan makanan juga
didatangkan dari Banjarnegara. Gudang bahan makanan juga sekaligus berfungsi
sebagai dapur umum. Pada saat waktu makan, gerilyawan, pengungsi dan penduduk
setempat sama-sama antri untuk diberikan jatah ransum.
Hujan Kanon
Meriam Kanon (Dok : Google Images) |
Selasa pahing, akhir tahun 1947, saat mentari baru beranjak naik, Gunung Wuled dihujani kanon Belanda. Kanonade yang dilepas dari Desa Pengadegan (saat itu masuk Kecamatan Kejobong) berlangsung kurang lebih 3 jam sampai dengan lepas waktu Dhuhur (sekitar pukul 13.00 WIB).
BOMMM....BLARRR...DUARRR...
Gunung Wuled hancur lebur. Jerit tangis kepanikan bersahutan. Ratusan rumah ambruk.
Pohon-pohon tumbang. Ternak besar dan kecil bergelimpangan. Dahsyatnya
pengeboman Belanda digambarkan sampai pohon pisang saja berubah seperti sabut.
Ilustrasi Ledakan (Dok : Riau Online) |
Pemboman tersebut membuat pejuang sementara menyingkir. Penduduk
dan pengungsi tercerai berai.
Seperti dikisahkan Maksoem Hardjoprajitno dalam Buku Darah Gerilyawan, keluarganya terpisah saat
menyelamatkan diri dari hujan kanon. Alhamdulilah esok harinya istri dan kelima
puteranya semuanya ditemukan. Keluarga itu kemudian berpindah pengungsian ke
Banjarnegara, kemudian ke Selokromo, Wonosobo.
Kayakuwe lur, salah sawijining cerita perang kemerdekaan sing kedadian nang Desa Gunung Wuled. Dadi ngerti ya susahe perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI. Jan, korban banda, ya korban nyawa...
Merdeka!!
Kayakuwe lur, salah sawijining cerita perang kemerdekaan sing kedadian nang Desa Gunung Wuled. Dadi ngerti ya susahe perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI. Jan, korban banda, ya korban nyawa...
Merdeka!!
Buku Darah Gerilyawan (Dok : Pribadi) |
Catatan :
Kisah ini berdasarkan Buku karya Almarhum Pak
Tri Atmo, sejarawan Purbalingga yang berjudul : ‘Darah Gerilyawan : Jejak
Perjuangan Gerilyawan Purbalingga’. Saya bersama Pak Tri Atmo, sama-sama
mengampu Tabloid Kabare Bralink (2010-2015) dan sering berdiskusi soal sejarah
dan legenda Purbalingga
2 Responses to "Hujan Kanon di Gunung Wuled"
Artikel yang sangat bagus buat generasi mendatang. Mudah2an generasi sekarang dan generasi yang akan datang termotivasi dengan membaca artikel ini.
Merdeka !!!
Siap Mas Yoo Gee... salam.. merdeka!!
Post a Comment