Stegodon, ‘Gajah’ Purba Raksasa ada di Purbalingga
Stegodon dan perbandinganya dengan manusia (Dok : ilmusiana.com) |
Adalah
S.Digdoyo, penduduk setempat yang menemukan fosil itu menempel pada batu yang
tampak kala air sungai surut. Fosil yang saat ini disimpan di Museum Wayang dan
Artefak Purbalingga (Kompleks Sanggaluri Park) itu berupa fosil gigi dan rahang binatang
berbelalai panjang itu.
Menurut
Johan Arif, akademisi dari Institut Tekhnologi Bandung (ITB) stegodon merupakan
mamalia purba bangsa probocidae
(binatang berbelalai). Stegodon yang saat ini telah punah, dulu hidup di
kawasan Benua Asia pada jaman pliosen
dan pleistosen, sekira ratusan ribu
sampai jutaan tahun yang lalu.
Johan
adalah salah satu anggota tim Kelompok Riset Cekungan Bandung (KCRB) yang
meneliti peninggalan pra sejarah di Purbalingga pada 2009 lalu. Hasil risetnya
disajikan dalam buku ‘Misteri Batu
Klawing : Jejak-jejak Peradaban di Purbalingga’ yang diterbitkan bertepatan
dengan ulang tahun Purbalingga ke 179.
Buku Misteri Batu Klawing : Jejak Peradaban di Purbalinga (Dok : geomagz.com) |
Wah, di Purbalingga ada rekan-rekannya Mamouth gaes... Saya kok langsung terbayang film Ice Age yaah... hihi.
Selain di Purbalingga, fosil stegodon juga ditemukan di Bumiayu, Situs Pati Ayam (Kudus), Trinil dan Sangiran. Fosil paling lengkap dan menghebohkan ditemukan di Majalengka pada 2018 lalu yang artikelnya diterbitkan National Geographic bisa dibaca disini. Gading Stegodon berusial 1,5 juta tahun yang ditemukan di Majalengka panjangnya 3.60 meter.
Wow, bisa dibayangkan kan betapa besarnya hewan itu. Dulu, mereka berkeliaran tuh di Bumi Perwira yang kita tinggali sekarang ini...
Para
Arkeolog Belanda, Ter Haar, van Der Maarel dan Von Koenigswald sejak 1930,
sudah meneliti peninggalan pra sejarah di sekitar Gunung Slamet juga banyak
menemukan fosil binatang purba. Paling banyak ditemukan di Kali Glagah, Kali
Biuk dan Kali Glagah di sekitar Bumiayu.
Fauna
purba yang mereka temukan digolongkan sebagai Untere Wirbeltierschihten (lower
vertebrate horizon), diantaranya, ada Mastodon
bumiajunensis (sejenis Mamouth), Stegodon trigonocephalus, Hexaprotodon simplex (sejenis Kuda Nil), Antilope
gracilicornis (antelop/kijang), Sus Stremmi, Bubalus sp (sejenis Banteng), Cervuus zwaami (sejenis rusa) dan lainnya.
Fosil
gajah purba yang ditemukan di Purbalingga, sama dengan jenis yang ada di Bumiayu,
yaitu, dari jenis Stegodon
trigonocephalus. Selain gajah, fauna purba yang fosilnya ditemukan di
Purbalingga antara lain kerang dan siput di Kali Gintung, Desa Tetel,
Pengadegan.
Fosil Stegodon yang kini disimpan di Museum Wayang dan Artefak Purbalingga (Foto : Buku Misteri Batu Klawing Hal. 90) |
Lokasi Penemuan Fosil dan Fosilnya (Foto Buku Misteri Batu Klawing Hal. 177) |
Jadi,
selain di Jawa, stegodon ditemukan juga di Nusa Tenggara, Sulawesi dan
Sumatera. Fosil yang ditemukan biasanya bagian fosil gigi atau tulang rahang
seperti yang ditemukan juga di Purbalingga, ada juga yang ditemukan pula fosil
tulang paha (femur) dan gadingnya.
Sekilas
memang stegodon terlihat mirip dengan gajah modern, sama-sama bertubuh besar,
memiliki gading, juga memiliki hidung yang panjang alias belalai. Namun,
ternyata banyak perbedaan antara stegodon dan gajah yang kita kenal sekarang.
Kemudian,
perlu dicatat stegodon juga bukanlah nenek moyang dari gajah modern, sebab
keduanya merupakan spesies yang berbeda. Secara kekerabatan, gajah modern malah
masih lebih dekat dengan mammoth dibandingkan stegodon.
Ada
perbedaan mendasar gajah modern dan stegodon. Berikut saya sarikan dari artikel
di kumparan.com.
Perbedaan Stegodon dan Gajah (Dok : kumparan.com) |
Kemudian,
postur tubuh keduanya juga berbeda, stegodon lebih kekar sehingga disebut
sebagai binaragawan gajah, sementara gajah modern cenderung tambun. Gajah
dewasa Asia bobotnya 2-5 ton, gajah dewasa Afrika (2,3-6,3 ton), kalau stegodon
sanga variatif, berkisar antara 600 kg yang terkecil (S.sondarii) sampai 13 ton (S.zdanskiy).
Gading
gajah lebih renggang sehingga belalai bisa masuk sepenuhnya diantaranya.
Sementara stegodon rapat sehingga belalai tak bisa masuk sepenuhnya. Gading
stegodon juga jauh lebih panjang.
Kebiasaan
makan keduanya juga berbeda. Gajah lebih suka dedaunan sehingga mahkota giginya
tinggi, sementara stegodon suka rerumputan yang menyebabkan mahkota giginya
pendek.
Perbedaan
mendasar adalah eksistensinya. Stegodon sudah punah di nusantara sejak 125 ribu
tahun lalu karena tidak mampu mengatasi perubahan iklim. Sementara gajah masih
eksis hingga kini meski statusnya juga sudah terancam punah sehingga masuk
daftar merah International Union for
Conservation of Nature (IUCN).
Dadi gemiyen
nang Purbalingga ana Stegodon klayaban ya lurr.. sayange siki wis punah. Anane gami Oskadon
karo Gendon... serr...
Sumber :
Buku
Misteri Batu Klawing : Jejak-jejak Peradaban di Purbalinga yang diterbitkan oleh
Kelompok Riset Cekungan Bandung (2009). Artikel kumparan.com yang ada disini
dan wikipedia. Special thanks to Mbak Anita Wiryo Raharjo atas pinjaman bukunya.
1 Response to "Stegodon, ‘Gajah’ Purba Raksasa ada di Purbalingga"
mantap om, ulasan tentang gajah stegodonnya, baru tahu juga di pbg ada fosil binatang purba hehe maju terus salam dari Lupanapas
Post a Comment