Cerita dari Kerkop ‘Stana Landa’ Purbalingga
Saya sebenarnya sudah lama penasaran dengan Kerkop alias Kuburan Belanda yang terletak
di Jl. S. Parman, Purbalingga. Beberapa waktu lalu saya sempatkan sendirian
kesana. Eh, Mak prinding begitu bulu
kuduk pas lagi foto-foto dan mengamati batu-batu nisan Wong Landa yang dimakamkan disitu.
Nah, minggu pagi tadi, saya kesitu lagi. Kali ini saya
ajak Dalpin, Lilian, Cupe dan Mas Imam usai pulang kegiatan panen kopi di
Gunung Malang. Ada teman, membuat saya lebih lama mengamati batu-batu nisan
unik di kompleks pemakaman yang disebut warga sekitar dengan Stana
Landa itu.
Pada Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) Kerkop artinya kuburan orang Eropa. Kerkop merupakan serapan
dari Bahasa Belanda yakni Kerkhoff yang tersusun dari “Kerk” bermakna Gereja
dan “Hoff” bermakna Halaman, sehingga Kerkhof bermakna Halaman Gereja. Istilah ini
merujuk kebiasaan orang Belanda jaman dulu yang memakamkan sanak familinya di
halaman gereja.
Oleh karena itu, pemakaman
yang Bahasa Belandanya sebenarnya begraafplaats,
namun karena biasa terletak di sekitar bangunan Gereja disebut juga kerkhoff.
Kemudian dialihbahasakan ke Indonesia menjadi Kerkop.
Bentuk-bentuk makam di Kerkop,
termasuk stana landa Purbalingga terdiri
dari kubus, peti, dan tugu. Setiap makam diberi nomor sebagai tanda bahwa makam
telah teregistrasi. Belanda, urusan apapun memang pendataannya cukup detail dan
teratur.
Berbeda dengan makam pribumi yang
orientasinya utara-selatan, makam-makam Belanda berorientasi timur-barat. Selain makam, terdapat bangunan seperti gereja
kecil (knekelhuis) yang dahulu digunakan
sebagai tempat untuk menyemayamkan jenasah sebelum dikubur.
Faktor usia dan cuaca, beberapa makam
berlumut, berkerak dan warnanya kusam. Banyak batu nisan yang terbuat dari
marmer juga menjadi aus sehingga tulisan keterangannya sudah tak bisa terbaca.
Lalu
siapakah yang dikuburkan di Kerkop Purbalingga?
Sebagian besar yang dikuburkan di Kerkop Purbalingga
adalah warga sipil Belanda dan keluarganya yang meninggal di ‘Kota Perwira’.
Mereka adalah pegawai di perusahaan-perusahaan swasta milik Belanda seperti pabrik
gula yang terletak di Kelurahan Bojong dan pabrik tembakau di Kandanggampang.
Makam tertua disitu adalah milik A.J.
Vincent dan Claudien van Haak, kerkhof Purbalingga sudah ada sejak 1865. Ini nisannya Mevrouw Claudien.
Nisan Claudien van Haak (Dok Pribadi) |
Kemudian, ada beberapa batu nisan yang masih terbaca diantaranya ada makam Caroline
Van Haak, perempuan yang dilahirkan di Malang 20 Juni 1821 dan meninggal di Poerbalingga
pada 24 November 1894. Tertulis di nisan, Ia merupakan istri dr. Gerrit Jan Koot, seorang dokter.
Nisan Caroline van Haak (Dok. Pribadi) |
Selanjutnya adalah kuburan H. Burgmans, C. van den Berg, Ny. M. Vaan Slef, John Engel,
Th. Lafontaine, C. Lafontaine, Frans Jacobus Gerordeus - Meijer, Wilhelmine Hoff,
Charles Henry Verploech, Tn Singh, A.J Vincent, Adriana Burgmans, Joseph Tan
Tjwan Ling.
Jadi, jika melihat nama-namanya sebagian besar adalah
orang Belanda. Ada nama yang berbau India yaitu Singh dan Tionghoa yaitu Josep
Tan Tjwan Ling. Tidak ada nama-nama lokal ya.. hehe. Jadi, kompleks makam
tersebut memang eklusif untuk warga Belanda dan kroninya.
'Makam Lilin' Wlhemine Hoff d Kerkop Purbalingga (Dok Pribadi) |
Salah satu makam yang cukup mencolok
disitu karena bentuknya unik dan tampak paling artistik adalah makam dari Wilhemine Hoff. Ia adalah bayi berumur
1 tahun, dilahirkan pada 1893 dan meninggal 1894. Makam dengan nomor registrasi
69 itu berbentuk tugu sepeti lilin sehingga warga sekitar menyebutnya sebagai ‘makam
lilin’.
Selain wilhemine, juga ada Andriana
Johana Getruide Burgmans yang juga bayi berumur 1 tahunan. Ia lahir pada 28 November
1871 dan meninggal pada 26 Agustus 1872.
Nisan Andriana Burgmans (Dok Pribadi) |
Terkait Burgmans, ada yang menarik dan saya telusuri
lebih lanjut. Ada Burgmans lain yang dimakamkan di Kerkop Purbalingga yaitu, Hendrik
Burgmans. Pada buku, Tembakau di Purbalingga : Sejarah dan Perkembanganya
(2019), dimana saya sebagai salah satu tim penulisnya disebutkan bahwa, Ia
adalah seorang administrator pada pabrik tembakau yang beroperasi di
Purbalingga, De
Erven de Wed. J. van Nelle.
Hendrik
Burgmans lahir 7 Oktober 1846 di Rotterdam dan meninggal di Purbalingga 19
Agustus 1915 di usianya yang ke 68. Dia menikah dengan dua wanita, satu di
Belanda satu di Purbalingga.
Nisan Hendrik Burgmans (Dok : Buku Sejarah Tembakau Purbalingga) |
Isteri
pertama bernama Geertruida Johanna Bekker yang dinikahinya pada 28 Oktober
1869. Dari pernikahan tersebut mereka memiliki keturunan, diantaranya : Geertruida
Laura Burgmans (1880-1943) yang lahir di Purbalingga dan meninggal di Den Haag.
Cornelia Adelaide Burgmans (1881-1969) lahir di Purbalingga dan meninggal di Gravenhage
Isteri
kedua Hendrik Burgmans yakni Dijem yang merupakan perempuan pribumi, asli
Purbalingga yang memberinya 4 keturunan, yakni : Hendrika Burgmans (1885 –
1915), lahir di Purbalingga dan meninggal di Rotterdam (profesi sebagai perawat
di rumah sakit). Marie Burgmans (1887-1974), lahir di Purbalingga dan meninggal
di Eindhoven.
Kemudian,
ada Cornelis Burgmans (1889-1950), lahir di Purbalingga dan meninggal di Gravenhage.
Dia pernah bekerja sebagai pegawai pemerintah kolonial sebagai petugas bea
cukai di Serajoestraat 3-a di Bandoeng. Lalu ada Ernestine Burgmans (1890-1975),
lahir di Purbalingga dan meninggal di Utrecht (sempat bekerja sebagai pegawai
pemerintah di Purbalingga)
Saat
dikelola Burgmans, perkebunan tembakau di Purbalingga menyetor produksi yang cukup
berlimpah. Berdasarkan catatan, tahun 1887 - 1888 produksi daun tembakau (bladtabak)
mengalami kenaikan pesat dari 160.000 kg menjadi 390.000 kg. Jumlah tembakau krosokpun
cukup menggembirakan, ada kisaran 70.000 kg yang disetor ke Rotterdam. Tembakau yang dipanen dari tanah Purbalingga ini menggunakan
kode merk POERBOLINGO / VDL / Eigen Aanplant, POERBOLINGO / VDL, dan POERBOLINGO / AB.
Sayang,
informasi kemudian tentang pabrik in sangat minim. Berdasarkan Cultuuradresboek
yang
diterbitkan 1937, sudah tidak
lagi ditemukan nama De Erven de Wed. J. Van Nelle yang
beroperasi di Purbalingga.
Kerkop Jadi Hutan Kota
Hutan Kota Kerkop dan Data Tanamanya (Dok Pribadi) |
Saat ini, Kerkop Purbalingga statusnya adalah Hutan Kota melalui
SK Bupati bernomor 660.1/191 tahun 2011. Pengelolaannya dibawah dua dinas,
yaitu, Dinas Lingkungan Hidup yang mengelola tanaman di lahan seluas 3.810
meter persegi. Kemudian, makam-makan tersebut masih berada dibawah perlindungan
Dindikbud.
Sumber :
Data Sistem Registrasi Cagar Budaya Nasional Kemendikbud
Buku Tembakau di Purbalingga : Sejarah dan Perkembangannya (2019)
0 Response to "Cerita dari Kerkop ‘Stana Landa’ Purbalingga"
Post a Comment