Sejarah Tembakau Purbalingga (2) : PT. GMIT, Perusahaan Tembakau 'Tajir Mlintir' dari Purbalingga
Karyawan PT GMIT Bubar (Dokumen : purbalingga-info.blogspot.com) |
Jelas
terlihat pula pada foto sebuah papan nama bertuliskan PT. GMIT yang merupakan akronim
dari Gading
Mas Indonesian Tobacco, warga setempat menyebutnya ‘GEMIT’. Perusahan itu adalah sebuah pabrik pengolahan tembakau
raksasa di Kota Perwira pada zamannya, sekira tahun 1950 sampai dengan akhir
1970.
Karyawannya
berjumlah ribuan. Pabriknya besar, gudangnya dimana-mana dan lahan tembakaunya
tersebar di seantero Purbalingga. PT. GMIT memproduksi tembakau berkualitas
jempolan yang digunakan untuk pembungkus cerutu premium. Produknya dikirim ke Eropa
melalui pasar tembakau di Bremen, Jerman.
“Dulu,
kalau di Purbalingga ada macet ya cuma saat bubaran PT GMIT, sebab karyawannya
ribuan saat itu,” ujar H. Slamet Sukadi, mantan manager di PT GMIT pada acara
Launching dan Bedah Buku ‘Tembakau di
Purbalingga : Sejarah dan Perkembangannya’ di Operation Room Graha Adhi
Guna, Kamis (23/07).
Buku Tembaku di Purbalingga : Sejarah dan Perkembangannya (Dokumen Pribadi) |
Menurut
Slamet, kesejahteraan karyawan PT GMIT saat itu juga cukup bagus sehingga
dijadikan pekerjaan idaman. “Karyawan GMIT yang paling klimis dan mentereng,”
ujarnya mengenang. Gajinya, kata dia, 20 kali lipat gaji PNS kala itu sehingga
Ia memilih keluar dari pekerjaan sebagai pamong praja dan menerima tawaran
bekerja di GMIT.
Pada
era kejayaannya, karyawan PT. GMIT sudah biasa liburan tahunan, berwisata ke Bandung,
Jakarta bahkan Bali. Untuk transportasinya, perusahaan yang berkantor pusar di
Kandanggampang itu biasa menyewakan bus eksekutif, gerbong kereta bahkan men-carter pesawat.
Kejayaan
perusahaan ‘mbako’ itu juga dikuatkan
oleh Bambang Sarwono, manajer yang dulu menangani pengiriman. Menurutnya, GMIT
lah yang meramaikan perayaan hari-hari besar di Purbalingga. “Jika ada
peringatan 17an, band yang tampil ya dari GMIT, nama band-nya Nicotiana. Samrohan ya dari GMIT. Team sepakbola ya
GMIT dan selalu juara. Delegasi dari Purbalingga kemana-mana sponsornya ya GMIT,” ujarnya yang
saat itu dipanggil dengan sebutan Sinder.
Selain
gaji yang tinggi, karyawan juga diberikan bonus, fasilitas kesehatan dan
transportasi. “Manajer dikasih motor yang masih barang langka kala itu.
Kemudian jika sakit apapun, karyawan dan keluarganya mendapatkan fasilitas
kesehatan gratis,” ujarnya. Ia bercerita invetaris kendaraannya adalah sepeda
motor merek Honda seri GL.
Selain
itu, bukti tajirnya GMIT, jika warga sekitar Kandanggampang ingin menyaksikan
siaran televisi yang merupakan barang mewah kala itu, mereka akan
berbondong-bondong ke rumah mandor PT GMIT yang tak jauh dari pabrik.
Selain
karyawannya ribuan, kantornya mentereng, gudangnya besar-besar, berjumlah
puluhan dan tersebar di berbagai wilayah Purbalingga. Di wilayah yang saat ini
berada di Kecamatan Padamara dan Kutasari setidaknya ada gudang tembakau di
Padamara, Kalitinggar, Karanglewas, Walik, Karangaren dan Karanggambas.
Gudang
pengering tembakau GMIT juga ada di Desa Beji, Patemon dan Pagutan yang
menampung tembakau dari Kecamatan Bojongsari dan Mrebet. Lalu, ada gudang
tembakau di Desa Kalapacung, Gunung Karang dan Karangduren yang menampung
produksi tembakau dari Kecamatan Karangreja dan Bobotsari.
Kemudian untuk wilayah Purbalingga, Kalimanah dan Kemangkon
ada Gudang di Kandanggampang, Penaruban, Karangsentul (saat ini lokasinya menjadi
Gudang Bulog), Planjan (Kalimanah) dan Kembaran Kulon.
Jika,
gudangnya banyak, lahannya tembakaunya pun sangat luas. Selain lahan sendiri, PT
GMIT memberikan bibit, pupuk dan biaya pengolahan tanah cuma-cuma kepada petani.
Produknya kemudian dibeli dan ditampung. Sebab difasilitasi dan diberikan
jaminan pasar, petani kala itu sangat suka bermitra dengan PT.GMIT.
Tembakau
yang ditanam adalah varietas na-oogst yang memang khusus untuk
cerutu. Tembakau jenis ini berbeda dengan tembakau rakyat yang juga banyak
dibudidayakan untuk keperluan rokok kretek. Kalau yang ini varietasnya voor-oogst.
Budidaya, perawatan, pengolahan dan penggunaan kedua jenis tembakau ini
berbeda.
Anatomi Cerutu (Dokumen : www.gegedbako.com) |
PT.
GMIT menjadi perusahaan tajir mlintir karena daun-daun tembakau yang tumbuh di
bumi perwira diolah menjadi tembakau berkualitas ekspor dengan harga yang
sangat mahal. Bambang menyebutkan untuk kualitas terbaik, harganya 1 pakken/bals sama
dengan mobil mercy.
Kalau mobil mercy saat ini harganya 1 milyaran rupiah, berarti, 1 bals daun tembakau berkualitas terbaik dari Purbalingga seharga 1 milyar gaesss... ahai... serrr... larang yaa.. nandur maning yuh lah... hihi
Kualitas
daun tembakau ini lah bahan baku utama cerutu premium yang sangat digemari di
Eropa. “Daun mbakonya lebar, utuh dan lentur atau nyir nyir wulu kalong, “ ujarnya. Sebab harganya mahal, manajemen
perusahaan sangat ketat mengawasi proses produksi. “Kualitas terendah yang
sudah kaya bubuk atau ‘sapuan-nya’ saja laku,” imbuhnya.
Daun-daun
tembakau setelah melalui proses sortasi dan packing,
kemudian dikirim melalui pelabuhan di Semarang atau Surabaya ke Bremen.
Metamorfosa
GMIT
GMIT
merupakan metarmorfosa dari perusahaan bernama Kandanggampang Mulder Redeker & Co sebuah perusahaan itu didirikan oleh seorang bernama C. J Quist pada 1900.
Pada 1919 masalah menerpa perusahaannya karena mitra bisnisnya yakni Soerabaia Handel & Cultuur Matschappij
bangkrut. Oleh karena itu, dengan berat hati Ia menjual perusahaannya kepada
perusahaan yang berbasis di Amsterdam bernama De Tabaks Export en Import Co pada 1922.
Cerita soal Mulder Redeker & Co dan
perusahaan tembakau era kolonial lainnya sudah saya tulis dan bisa dibaca di sini
Meneer Quist masih dipekerjakan perusahaan yang
kemudian berganti nama menjadi N.V.
Tabak Export - Import Co sampai 1929. Setelah itu Quist diketahui berpindah
ke Malang. Kemudian. Berdasarkan catatan dalam Cultuur-Adresboek voor Indie 1937, perusahaan ini pada tahun
tersebut dipegang seorang pimpinan yang baru bernama G. J. Den Hartog.
Kandanggampang (dilingkari kuning), Peta Purbalingga Tahun 1942 |
Kemudian, usai Indonesia merdeka, perusahaan
tersebut dinasionalisasi dan berubah menjadi PT. GMIT yang sahamnya konon
dimiliki oleh petinggi militer dan pengusaha yang dekat dengan penguasa, baik
rezim orde lama maupun orde baru.
Surut Lalu
Bangkrut
Namun sayang, kejayaan GMIT kemudian surut lalu bangkrut.
Pada 1977, GMIT sudah mulai kesulitan untuk menjual produknya di Pasar Eropa. Pada
1979, perusahaan multinasional itu benar-benar sudah tak mampu ke pasar Eropa.
Kala itu, ujar Bambang, barang menumpuk di gudang sampai 3000 pakken / bals tembakau
yang berkualitas ekspor tidak bisa dipasarkan.
Padahal, seperti disebutkan diatas 1 bal tembakau seharga mobil
mercy gaes. So, omset sekira 3000 milyar-an alias 3 trilyunan rupiah produk
GMIT yang tidak bisa dijual.
Mau tidak mau, PT.GMIT mulai mengurangi aktivitas produksi.
Karyawannya dirumahkan secara bertahap. Akhirnya, GMIT benar-benar berhenti
beroperasi pada 1981.
Hebatnya selama 2 tahun aktivitas produksinya tidak berjalan
normal (1970-1981) dan karyawan di rumahkan, GMIT masih sanggup menggaji
seluruh karyawannya. Untuk yang memilih berhenti pun diberikan pesangon yang
sangat layak untuk ukuran kala itu.
Apa
sebab kejayaan GMIT runtuh? Salah satunya, menurut Bambang adalah munculnya
peraturan pemerintah orde baru yang membatasi pekerja asing, yaitu, Kepres RI
nomor 23 tahun 1974 tentang Pembatasan Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara
Asing Pendatang. Beleid itu membuat adanya nasionalisasi karyawan GMIT termasuk
yang bertugas untuk mengurusi ekspor di Bremen.
Karyawan
yang tadinya warga negara asing diganti dengan karyawan pribumi. Nah, karyawan
baru ternyata tak becus untuk mengurus ekspor sehingga barang tak laku. Sebab,
mereka tidak paham seluk beluk ekspor dan bagaimana caranya berniaga dengan
para pedagang tembakau Eropa di Bremen.
Selain
itu, imbuh Slamet Sukadi, menyebutkan penyebab lain, yaitu, terjadinya
penurunan kualitas daun tembakau. Muasalnya, para petani mitra GMIT sudah mulai
‘nakal’ dan tidak mematuhi SOP budidaya dan pengirimannya.
Walhasil
PT GMIT yang tadinya tajir mlintir
akhinya runtuh juga. Setelah pada 1981 berhenti beroperasi asetnya dijual. Kantor
pusatnya kini sudah menjadi PT. Indokores Sahabat, perusahaan yang memproduksi
bulu mata palsu.
PT Indokores Sahabat, dulu PT GMIT (Dokumen : gatra.com) |
Ya,
sekarang jalan depan GMIT dulu sama-sama macet. Dulu karena bubaran pabrik tembakau,
sekarang karena bubaran pabrik rambut palsu. Sejarah berulang. Semoga sejarah
kejayaan tembakau juga bisa berulang.
Serr...
Sumber
Tulisan :
Buku
Tembakau di Purbalingga : Sejarah dan Perkembangannya (2019)
Testimoni
Pak Slamet Sukadi dan Pak Bambang Syarwono saat Diskusi dan Launching Buku di
Operation Room Graha Adhi Guna (Kamis, 23/07/2020)
0 Response to "Sejarah Tembakau Purbalingga (2) : PT. GMIT, Perusahaan Tembakau 'Tajir Mlintir' dari Purbalingga"
Post a Comment