Juragan-Juragan Gula dari Purbalingga
‘De brug over de Klawing rivier ook de spoorbrug van de suikerfabriek Bodjong’
Artinya
Jembatan di
atas Sungai Klawing juga merupakan jembatan kereta api Pabrik Gula Bodjong,
Purbalingga.
Keterangan
itu ada pada sebuah foto era kolonial di Purbalingga koleksi Tropen Museum, Belanda bertarikh 1905.
Informasi tersebut menjadi titik terang bahwa pada masa penjajahan Belanda, di ‘Bumi
Perwira’ beroperasi sebuah suikerfabriek / perusahaan gula yang ada di Bojong.
Pabrik gula
tersebut semestinya cukup besar karena sampai bisa membangun jembatan dan
memiliki rel kereta sendiri untuk jalur transportasi produknya. Sayang, saat
ini jejak kejayaannya hampir tidak berbekas.
Lokasi
dimana Pabrik Gula Bodjong dan perumahan
para karyawanya saat ini sudah menjadi kompleks perumahan, sebagian menjadi
perumahan warga dan lapangan. Puing bangunananya pun sudah tidak ada yang
tertinggal.
Padahal jika
merujuk foto-fotonya, Pabrik Gula Bodjong cukup besar lho. Ini fasad depan
Pabrik Gula Bojong
Fasad Depan Pabrik Gula Bodjong (Dokumentasi BHCC/ Koleksi Dr.Ir. Krispantono, MA) |
Rumah Administrateur Pabrik Gula Bodjong (Dokumentasi BHCC/ Koleksi Dr.Ir. Krispantono, MA) |
Menurut laman wikipedia, di lokasi
perumahan bojong bekas rel lori masih terlihat sebelum dicabut sekitar tahun
1990. Dahulu, jaringan lori Pabrik Gula Bojong mengular sampai ke wilayah
perkebunan tebu yang ada di Purbalingga, Bukateja, Padamara, Kutasari,
Kemangkon, Kaligondang sampai Bojongsari.
Lori terbu ini ada yang
permanen dan decauville (bongkar pasang) tersebar hingga mencapai perkebunan-perkebunan itu.
Ini salah satu koleksi foto KTLV tahun
1920an yang pada keteranganya mencantumkan adanya jalur lori melewati Walik
(Kutasari) dengan latar belakang Gunung Slamet. Indah dan instagramable bukan?
Gezicht op een spoorbaan en de weg naar Walik aan de voet van de vulkaan Slamet, Poerbalingga. 1920-1933 (KITLV) |
Kemudian, setelah tebu diproses
menjadi gula di pabrik. Kemudian, baru dibawa ke Cilacap atau Semarang untuk
kemudian dikapalkan ke Eropa.
Jalur kereta yang melayani Pabrik Gula
Bojong dioperasikan oleh Serajoedal
Stoomtram Maatschappij (SDS) atau Maskapai Kereta Uap Lembah Serayu. Rel
rute Banjarsari-Purbalingga sepanjang 7 km dibangun sampai Purbalingga tahun
1900an.
Jejak rel yang tersisa ada di wilayah
Purbalingga, jejak rel lori juga terlihat di Desa Sumilir, Kecamatan Kemangkon.
Di sana ada sebuah jembatan baja yang relnya tertimbun dengan semen. Pada
bagian bawah rel masih tertera angka ”SCJ 95 SDS” yang menandakan rel tersebut
diproduksi tahun 1895. SDS merupakan kode dari Serajoedal
Stoomtram Maatschappij.
Ternyata pabrik gula yang
bersoperasi di Purbalingga tak hanya di Bojong, ada satu lagi di Kalimanah
namanya Suikerfabriek Kalimanah atau
juga sering disebut Suikerfabriek Kalie Klawing.
Senasib dengan Bojong,
Pabrik Gula Kalimanah pun sudah tinggal cerita. Usai bangkrut, pabrik itu
dibeli oleh pengusaha Tionghoa Lie Hok Tjan pada 1940 dan diubah menjadi
penggilingan padi. Pada 1972, Ia menghibahkan kepada Yayasan Pelayanan Kristen Budi
Darma Kasih untuk menjadi Panti Wredha.
Semenjak pembangunan panti
Wredha inilah bangunan pabrik gula hilang tak berbekas. Saat ini menjadi gudang
PT Pertani. Saksi bisu yang masih tersisa rumah bekas pimpinan pabrik yang ada
di seberangnya. Sekarang menjadi SMA Santo Agustinus.
Rumah Administrateur PG Kalimanah yang saat ini menjadi SMA Santo Agustinus (Dok : Kemendikbud)
|
Kenapa Juragan-juragan Gula Purbalingga itu tumbang?
Penyebabnya, pada tahun 1927-1934 terjadi
krisis ekonomi hebat (malaise) di
Eropa. Akibatnya banyak perusahaan-perusahaan yang mengalami kebangkrutan,
bahkan tutup, termasuk yang beroperasi di Hindia-Belanda. Pasar gula di Eropa ambruk,
otomatis gula yang diproduksi di PG Bojong dan Kalimanah pun tak laku.
Akibatnya banyak pabrik gula gulung tikar,
termasuk Suikerfabriek Bodjong dan Suikerfabriek Kalimanah. Kedua pabrik tersebut berhenti beroperasi
pada 1935. Setelah bangkrut, produksi dari lahan perkebunan yang ada di
Purbalingga dialihkan ke Suikerfabriek Kalibagor.
Nah, karena rel lori tidak tersambung
ke Suikerfabriek Kalibagor, pengangkutan berubah dari lori ke truk
besar. Ini yang menjadi salah satu penyebab lori-lorinya juga terbengkelai.
Siapa
sih juragan-juragan gula itu?
Menurut penelusuran Jatmiko Wicaksono dari
Banjoemas Heritage History Community (BHHC) pabrik gula di afdeling Purbalingga mulai
dibangun sejak 1888. Nama perusahaannya Cultuur Maatschappij Poerbolinggo yang dibangun oleh McNeill & Company Semarang. Perusahaan
itulah yang membangun Suikerfabriek
Bodjong dan Kalie Klawing.
McNeill & amp ; Company merupakan perusahaan
yang sudah sangat berpengalaman dalam berbisnis gula (pasir) dan perkebunan
tebu.
Cultuur
Maatschappij Poerbolinggo (Perusahaan perkebunan Purbalingga) membangun kedua pabrik ini dengan susah
payah karena kedua lokasi pabrik ini masih merupakan wilayah pedalaman di
sekitar tahun 1890an. Satu-satunya jalan tercepat yang bisa menghubungkan
dengan pelabuhan Cilacap
(Tjilatjap) adalah menggunakan jalur transportasi air yaitu sungai
Klawing dan sungai Serayu dan menyambung melalui Sungai Yasa (Sungai Buatan) di
antara hilir sungai Serayu dan
selat Donan.
Pimpinan perusahaan / administrateur pertamanya adalah J. Sayers sampai tahun 1893. Tuan Sayers yang kemudian digantikan
dengan Hendrik Conrad Carel
Fraissinet (H.C.C. Fraissenet) yang menjabat hingga pada tahun
1915. Estafet administrateur kemudian beralih ke G.L. Hovenkamp dan berkutnya M. Fohlil yang menjabat sampai ditutupnya
perusahaan.
Sementara, pimpinan PG Kalimanah yang terlacak, ada administrateur bernama Ch. Conradi.
Sementara, pimpinan PG Kalimanah yang terlacak, ada administrateur bernama Ch. Conradi.
Pabrik Gula dan Schmalhausen
Saya jadi
teringat sebuah buku karya Henri Eduard Benno (H.E.B) Schmalhausen, seorang
Aistent Resident yang empat tahun lamanya (1899–1903) tinggal di Purbalingga. Meski
seorang pejabat Belanda, Schmalhausen kritis terhadap imperialisme yang
dilakukan oleh negaranya sendiri.
Catatannya
selama menjabat di Hindia Belanda, khususnya di Jawa, dituangkan melalui
goresan pena. Salah satu master piece-nya adalah buku
berjudul Over Java en de Javanen artinya Tentang Jawa
dan Orang Jawa. (Baca : Schmalhausen, Pejabat Belanda Keponakan Karlmarx yangPro Pribumi).
Buku itu
bercerita bertatap muka langsung para petani dan buruh, terutama yang bekerja
pada sektor perkebunan di Pulau Jawa, termasuk di Purbalingga. Contoh
pemikiran kritisnya terhadap pemerintah kolonial tertuang di bukunya pada
halaman 169 :
"Tanah Jawa mempunyai jalan-jalan kereta api dan trem, banyak sekali tanah-tanah erfpacht telah dibuka dan diusahakan, banyak pabrik-pabrik gula dan nila sudah berdiri,……tapi apakah semua ini bisa mencegah keadaan bahwa kesejahteraan bukannya maju, malah menjadi mundur?"
Pandangannya
yang menentang imperialisme diterapkan oleh negaranya sendiri dan peka terhadap
nasib pribumi itupun menjadi rujukan pemikiran para pejuang perintis
kemerdekaan. Tercatat tokoh pergerakan seperti Soekarno dan Mas Marco Kartodikromo
kerap mengutip pemikiran Schmalhausen dalam tulisannya yang menjadi bahan bakar
perjuangan melawan penjajah.
Kayakue soon sejarahe pabrik gula Bodjong karo Kalimanah... siki kebun tebune ya wis langka apamaning pabrike...
Ahai...Serr..
Sumber :
Artikel Mas Jatmiko Wicaksono tentang Sejarah Pabrik Gula Bojong dan Kalimanah (klik untuk membaca), Troppen Museum, KTLV, Wikipedia dan Buku Ragam Cagar Budaya Kabupaten Purbalingga
1 Response to "Juragan-Juragan Gula dari Purbalingga"
mantap jiwa bro, ini sukerfabriek kalimanah deket rumah saya, udah hilang ga berbekas. alhamdulilah masih ada bangunannya sedikit.
Post a Comment