Bobotsari Membara
Patroli Belanda pada Agresi Militer II di Bobotsari (Dok Album Foto P.A Tazelaar) |
Salah satu kisahnya diceritakan oleh saksi sejarah, Bapak Rochman dan Bapak Saeroji yang ditulis oleh Saefuloh Al Masnun pada blognya. Saya mencoba menuliskan ulang dan menyambungkan dengan data-data yang saya dapatkan dari arsip Belanda.
Hari itu, Rabu Pon tahun 1948 (tanggal dan bulanya tidak dijelaskan detail), Bobotsari diserang Pasukan Belanda. Mereka ingin menghancurkan basis pejuang republik yang memang cukup kuat di Bobotsari.
Para pejuang pun tak tinggal diam. Mereka melawan dengan dukungan laskar rakyat, salah satunya Barisan Hisbullah yang dipimpin oleh kakak beradik Rowi dan Yusuf. Pertempuran berlangsung seru. Para pejuang terdesak karena kalah kualitas alutsista. Mereka pun berguguran, termasuk Rowi dan Yusuf.
Untuk mengenang kepahlawanan mereka, nama keduanya diabadikan menjadi nama sebuah jalan di Kota Bobotsari yaitu Jalan Rowi-Yusuf.
Gugur satu, tumbuh seribu. Setelah Rowi dan Yusuf, ada pimpinan laskar pemuda bernama Purnomo. Ia memimpin pemuda-pemuda Bobotsari berlatih kemiliteran. Sebab kekurangan senapan, saat latihan banyak yang menggunakan senapan tiruan berbahan kayu, cat nya biru.
Purnomo pandai membangkitkan semangat pemuda. Saat jeda latihan, Ia menyanyikan syair-sayir penggugah semangat.
Dengan senjataku di tangan kanan
Ikat pinggang penuh peluru, granat tangan
Kita maju menyerbu terhadap lawan
Sampai titik darah penghabisan
Hancur musnah mesti lenyap penjajahan
Selain tokoh pemuda, ulama juga mendukung perjuangan melawan pejajahan. Mereka diantaranya adalah Kyai Tafjani, Kyai Mihroji yang turut berjuang bersama para santrinya.
Sebab kekurangan senjata, para santri dan laska mempersenjatai diri dengan bambu runcing. Untuk menambah semangat, para kyai memberikan doa-doa buat bambu runcing itu.
Tidak hanya perjuangan senjata saja, Rakyat Bobotsari juga melakukan banyak daya upaya untuk menghambat gerak laju pasukan belanda. Salah satunya dengan menebang pohon untuk merintangi jalan-jalan yang ada di wilayah Bobotsari.
Jembatan Sungai Longkrang yang melintas di Desa Tlagayasa pun terpaksa dihancurkan oleh para laskar rakyat. Peledakan dilakukan para pemuda dan santri yang dipimpin oleh Kyai Mihroji. Mereka bertaruh nyawa saat melakukan peledakan. Saat aksi mereka di ketahui Belanda, langsung di kejar. Para pejuang melarikan diri melalui sungai dan terhadang di Desa Karangtalun dan banyak laskar yang menjadi korban di tempat itu.
Selain perintangan jalan dan peledakan jembatan, penduduk pun melakukan sabotase. Salah satunya dengan meracuni pasukan belanda ketika sedang makan di pasar Dusun Simpangan, Desa Pakuncen.
Aksi tentara, laskar dan rakyat Bobotsari cukup merepotkan sehingga Belanda pun mengamuk. Mereka mengerahkan pasukan didukung pesawat tempur untuk menggempur pejuang republik. Bobotsari di bombardir. Tak hanya pejuang, rakyat pun menjadi korban.
Setelah kondisi dinilai terkendali. Belanda kemudian mengerahkan pasukan pembangun,untuk memperbaiki jalan dan jembatan, salah satunya jembatan sungai Longkrang di desa Tlagayasa. Jembatan dibangun dari batangan-batangan besi baja oleh pasukan pembangun dan tenaga kerja dari orang pribumi.
Saat pertempuran berkecamuk, rakyat bobotsari banyak mengunggsi ke tempat-tempat yang aman seperti Gunung Tugel, Gunung Kelir, Dukuh Santi di Desa Palumbungan yang terletak disebelah utara Desa Dagan.
Peta Kecamatan Bobotsari (Dok : www.purbalinggakab.go.id) |
Kisah yang dituliskan di atas adalah sumber lisan. Tanpa dokumen, apalagi foto. Ini ini, kelemahan mendasar kita dalam hal sejarah, memang jarang sekali mengarsipkannya secara tertulis. Seringkali hanya berbekal ingatan dan kira-kira sehingga keakuratanya debatable.
Ini berbeda sekali dengan Belanda yang catatannya cukup detail, waktu dan pelakunya disebutkan, seringkali dilengkapi juga dengan foto.
Peristiwa-peristiwa sejarah di Bobotsari dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan coba saya sinkronkan dengan data yang berasal dari arsip-arsip Belanda.
Bobotsari cukup banyak disebutkan dalam arsip-arsip Belanda selama Agresi Militer Belanda. Misalnya, saat Agresi Militer I, Pasukan Belanda masuk ke Bobotsari 30 Juli 1947. Kejadian itu tercatat dalam buku kiprah salah satu bataliyon Pasukan Belanda yang diterjunkan sampai di Purbalingga yaitu Bataliyon Friesland, judulnya Friesland Was Hire.
Pada Kamis Wage, 31 Juli 1947, Bataliyon Friesland ini terlibat dalam pertempuran seru dengan Pasukan Republik di Sidakangan-Blater-Jompo. Kisah selengkapnya Pertempuran Blater sudah pernah saya tulis di sini. Kemudian, sepak terjang Bataliyon Friesland selama di Purbalingga juga sudah saya tulis sebelumnya di sini
Nah, jika merujuk kisah lisan peristiwa gugurnya Rowi-Yusuf pada Rabu Pon dengan tanggal dan bulan yang tidak disebutkan. Besar kemungkinan kisah tersebut terjadi pada 30 Juli 1947. Saat itu tepat di hari Rabu Pon.
Berdasarkan catatan, hari itu Pasukan Belanda sudah merangsek dari arah Belik dan sampai di Bobotsari melalui Karangreja. Sesampai di Bobotsari terjadilah sabotase rakyat yang menebang pepohonan untuk merintangi gerak laju Pasukan Belanda. Perlawanan pejuang juga terjadi.
Saat itu, Bataliyon Militer TNI pimpinan Mayor Marsidan yang bertugas menjaga Purbalingga tengah ditarik untuk memperkuat posisi di Jawa Barat. Dengan demikian, logis jika saat itu yang bertempur melawan Pasukan Belanda adalah laskar-laskar rakyat seperti Barisan Hisbullah yang dipimpin Rowi dan Yusuf.
Namun, aksi mereka tak cukup untuk menahan gerak laju Pasukan Belanda yang bersenjata lengkap, dilengkapi tank tempur. Pada 31 Juli 1947 mereka pun sudah sampai di kota dan menuju Purwokerto, lalu terjadilah Pertempuran Blater.
Kemudian, peristiwa peledakan jembatan kemungkinan terjadi pada agresi militer II akhir 1948-1949. Pada koleksi foto-foto P.A Tazelaar salah satu serdadu Belanda yang bertugas di Purbalingga, mereka sering sekali menggelar patroli di Bobotsari.
Ada foto Pasukan Belanda dibantu pekerja yang tengah memperbaiki jalan dan jembatan yang diberi keterangan terjadinya di Bobotsari. Bisa jadi jembatan itu adalah jembatan Sungai Longkrang seperti yang diceritakan diatas.
Berikut foto-fotonya :
Bij de herstelling van de weg naar Bobotsari is nu ook een bulldozer ingeschakeld : Buldoser kini juga telah digunakan untuk perbaikan jalan menuju Bobotsari. Jaman semeno wis nganggo buldozer luuur...
Een Drummer die de gaten in de weg naar Bobotsari dichtmaken febr 1949 Poerbolinggo : Sebuah Drummer (alat berat) yang menutup celah di jalan menuju Bobotsari Feb 1949 Poerbolinggo.
Het herstellen van een brug die op de weg naar Bobotsari ligt Poerbolinggo : Memperbaiki jembatan yang terletak di jalan menuju Bobotsari Poerbolinggo
Begitu kira-kira gambaran peristiwa di Bobotsari selama perang kemerdekaan / agresi militer Belanda. Bisa jadi kurang tepat. Akan tetapi semoga bisa menjadi sedikit referensi peristiwa bersejarah di Bobotsari. Kemudian, Bobotsari juga digunakan sebagai lokasi pertukaran tawanan setelah perang berakhir. Kisahnya sudah pernah saya tulis di sini.
Bobotsari kece juga ya lur kisah perjuangan mempertahankan kemerdekaanya.
Ahaai... Serr...
Keterangan : Sumber tulisan dari blog Pak Saeful yang bisa dibaca di sini dan foto-foto Album Foto P.A Tazelaar di www.indigangers.nl
4 Responses to " Bobotsari Membara"
Keren artikelnya, semangat terus dalam menulis..
thanks brooo... siip
Salam Mas Igo,
saya sangat menikmati blog-nya, Kebetulan saya sedang coba cari tau sejarah adik kakek yang gugur saat (kalau tidak salah) agresi 2 di daerah Bobotsari. Menurut cerita saat itu sedang menyegel pergerakan Belanda dari arah Tegal. Maturnuwun sanget atas artikelnya.
Brug bodol sebelah selatan jembatan kali Klawing itu.persis keadaan persawahannya dan brug nya terdapat tanda2 hancur Krn bom,sprti kt masyrkt sktrnya.di bwh airnya yg dangkal berbatu bnyak batu berlubang banyak bekas tembusan peluru.
Post a Comment