Episode 5 : Orang Purbalingga di Suriname, Minggat Gara-Gara Asmara
Sadiwirja (Dok. Nationaal Archief Belanda) |
Pihak Belanda tak memberikan informasi apa-apa ke
keluarga yang ditinggalkan sehingga saat tak ada kabar beritanya, tak
pulang-pulang, mereka hanya bisa pasrah dan menganggap anggota keluarganya
sudah meninggal. Oleh karena itu, upaya menyatukan ‘balung pisah’ kadang
teramat susah. Keturunan mereka tak saling berhubungan satu sama lain.
Mas Arie Grobbe adalah orang yang getol menelusuri dan
berusaha menyatukan keturunan orang Purbalingga di Suriname dengan kerabatnya
disini. Salah satu kisah perjumpaan keturunan orang Purbalingga di ke Suriname dan keluarganya di Cipaku sudah saya tulis di sini.
Nah, kemarin Mas Arie japri via mesengger FB membagi
tautan hasil penelusuranya 5 tahun silam atas seorang dari Pelumutan (Kini desa di Kecamatan Kemangkon)
yang dibawa oleh Belanda ke Suriname bernama Setoe Sadiwirja. Ini sangat
menarik, sebab, Ia masih mempunyai tanah seluas 23 ubin di kampung halamannya
dan dirinya rela dibawa Belanda ke Suriname salah satunya karena urusan asmara...
hehe
Mas Ari menemui kerabat Sadiwirja bernama Pak Rismadi
dan Pak Kasta. Pak Rismadi (kelahiran 1938) mengkonfirmasi memang ada
kerabatnya yang bernama Setu, pergi dari Ia belum lahir sampai saat ini. Nah,
yang menarik, sampai sekarang masih ada tanah seluas 23 ubin (322 meter
persegi) atas nama Setu.
Meski sudah 90 tahun tak ada kabar beritanya,
kerabatnya tak mau mengambil haknya. Tanahnya masih dipertahankan atas namanya.
Menurut penelusuran Mas Arie, Setoe adalah anak dari
Ki Dipasemita dan Ni Winem. Keluarga mereka cukup mapan sehingga diduga motif
Sadiwirja berangkat ke Suriname bukanlah ekonomi. Lalu kenapa??
Mas Ari Grobbe dan Pak Rismadi (Dok : Arie Grobbe) |
Tanah Warisanya Setoe (Dok. Arie Grobbe) |
Ternyata oh ternyata, Sadiwirja minggat ke Suriname karena asmara.. hehe. Ia diduga berbebut pacar
sehingga daripada berlarut-larut memilih untuk pergi ke negeri seberang.. hihi.
Berdasarkan data Nasional Archief, Sadiwirja yang berangkat
pada 30 Juni 1928 memang tak sendiri. Saat itu ada seorang perempuan satu desa yang
berangkat bersamanya bernama Bok Moerdjaja alias Sireng.
Hmmh, dua orang satu desa berlainan jenis merantau
bersama. Yaa, begitulah cinta... gunung kan ku daki, lautan ku seberangi
sampailah dua sejoli, orang Ploemoetan di Suriname... serr..
Sadiwirja yang bertinggi badan 164 cm dan Sireng
bertinggi badan 147 itu berangkat dari pelabuhan Batavia. Saat itu, Sadiwirja
29 tahun dan Sireng baru 18 tahun. Lumayan jauh juga ya perbedaan umurnya.. ah,
peduli setan, namanya juga cintrong.. serr lagi..
Mereka tercatat berasal dari Gewest Banjoemas, District
Poerbolinggo, Desa / Dorp Ploemoetan
menumpang kapal Merauke II dan tiba di Paramaribo. Agen tenaga kerja yang
membawa mereka adalah Brunings E A Beheerder.
Sireng (Dok. Nationaal Archief, Belanda) |
Sadiwirja dan Sireng mulai bekerja pada 18 Agustus
1928 di perkebunan Rust en Werk, lalu pada 5 Juni 1931 berpindah ke perkebunan
Marienburg en Zoelen.
Nah, ini yang unik lagi, Sadiwirja tercatat tak
kembali ke negara asalnya dan tinggal di negara tetangga Brazilia itu. Namun,
Sireng tercatat dikembalikan ke Hindia Belanda pada 8 Juni 1935 dengan
menumpang Kapal Tabian.
Apakah mereka lalu berpisah atau Sireng kepincut
laki-laki lain lalu dibawa kembali ke Hindia Belanda?. Ah, cinta memang suka
menyimpan misteri... entah apa yang terjadi dengan mereka, yang jelas,
Sadiwirja dan Sireng tak kembali ke Ploemoetan.
Selain sejoli itu, setahun sebelumnya sudah ada dua
orang Peloemoetan yang dibawa ke Suriname. Keduanya perempuan. Mereka adalah
Bok Reksawireja alias Painem, tinggi badan 146, berumur 20 tahun dan Bok
Sanmoekmin alias Warsijem, tinggi badan 149, berumur 22 tahun.
Mereka berdua dibawa melalui pelabuhan Batavia dengan
kapal Madioen IV pada 15 Agustus 1927. Setelah tiba di Paramaribo mereka mulai
bekerja pada 24 September 1927 di Perkebunan Marienburg & Zoelen. Keduanya,
tercatat tak kembali dan meneruskan hidupnya di Suriname.
Warsijem kemudian tercatat memiliki 7 orang anak.
Pertama, Warlim yang lahir pada 20 Juni 1929 di Marienburg. Kedua, Wardi lahir
10 Juli 1932 di Marienburg. Ketiga Slijem yang lahir pada 12 Januari 1939 di
Alkmaar. Keempat, Poniti lahir di Tamanredjo pada 12 Mei 1941. Kelima, Paijem
yang lahir 1 Maret 1943 di Tamanredjo. Keenam, Nisman lahir di Tamanredjo pada
16 Agustus 1945. Kemudian, Ketuju Tujem yang lahir 23 Desember 1951 di Comm.
Keturunan Setoe Sadiwirja di Suriname (Dok. Arie Grobbe) |
Painem (Dok. Nationaal Archief) |
Warsijem (Dok. Nationaal Archief, Belanda) |
Mereka semua mempunyai nama keluarga Sanmoekmin. Jadi,
misalkan anak kelima, nama lengkapnya Poniti Sanmoekin.
Mas Arie Grobbe melacak keturunan Warsijem dan ini dia cucu-cucunya :
Kemudian, ini juga. Salah satunya bernama Polijem Sanmoekmin sudah mengkonfirmasi bahwa dirinya adalah keturunan dari Bok Sanmoekmin alias Warsijem.
Ada sedikit catatan. Jika Sadiwireja dan Sireng tercatat
berasal dari Dorp / Desa Ploemoetan, District Poerbolinggo. Painem dan Warsijem
tercatat berasal dari Peloemoetan, District-nya Bobotsari.
Keturunan Warsijem di Suriname (Dok. Arie Grobbe) |
Keturunan Warsijem di Suriname (Dok. Arie Grobbe) |
Penulisan desanya beda ‘Ploemoetan’ dan ‘Peloemoetan’.
District-nya Poerbolinggo dan Bobotsari. Kalau afdeling dan gewest-nya sih sama
Poerbalingga dan Banjoemas.
Sebagai informasi, jaman kolonial Belanda, district di
Afdeling / Kabupaten Poerbolingo ada 3, yaitu, Poerbolinggo, Bobotsari dan
Boekatedja. So, apakah di Bobotsari
dulu ada wilayah yang bernama Peloemoetan?
Dadi kaya kuwe lur, kisaeh wong Purbalingga sing digawa maring Suriname nang Landa. Ana-ana baen yaa... serr...
Keterangan :
Special thanks to Mas Arie Grobbe. Sumber Foto dan Data ; Nationaal Archief, Belanda
0 Response to "Episode 5 : Orang Purbalingga di Suriname, Minggat Gara-Gara Asmara"
Post a Comment