Cerbung Babad Wirasaba (Bagian 1) : Perjodohan
Cerbung Babad Wirasaba
Ilustrasi Kadipaten Wirasaba ( Dokumen : Fanspage Facebook Kadipaten Wirasaba)
Kyai Dipati Wargautami Wirasaba Kacariyos
Pun Sakawan Putra Kathahe
Pembajeng Estri Sampun Akrami
Putraning Meranggi, Ing Kejawar Wau
Putrane Neng Guku Jalu Apekik Tinanem Ing
Senon
Pan Katelah Ki Ageng Senone
Nulya Malih Putra Kang Samindhi
Nama Ki Ngabehi Wargawijaya
Ingkang Ginandhang Gentosin Liggih Anami
Bupatos
Nunten Putra Esti Wuragile
Nun Warnane Pan Ayu Linuwih
Nanging Dereng Mawi Krami Semono Sang Ayu
Sang Dyah Wignya Sabarang Karsi Ngalu Ala
Mraos
Nenun Lima Nyulam Miwah Nyongket
Sang Dyah Ayu Tan Anampik Karsi
Nate Meraboti, Ing Rama Lan Ibu
Rama Ibu Langkung Genya Asih Mring Putra Kang
Sinom
Panjang Lamon Cinarayosoake
Duk Samana Pan Sampun Akrami
Kersane Sudarmi Angsal Kadangipun
Nk King Sanak Nanging Prenah Adhi Ingkang
Dados Jodho
Ki Gedhe Toyareka Putrane
Pan Ndilalah Jodho Marang Adhi
Sang Dyah Ayu Elik Tan Atut Lan Kakung
Bagaskara beranjak ke peraduan sepenanakan nasi
lalu. Sandekala sudah lewat. Sasadara mulai manjer kawuryan, sinarnya yang hangat mulai mengusir mega-mega. Purnama
penuh tanggal 15 menampakan diri.
Kompleks
pendopo Kadipaten Wirasaba tampak lebih ramai dari biasanya. Halamannya yang jembar, terang disinari rembulan. Rerumputannya
dipangkas rapi, bak permadani empuk berwarna hijau.
Ruang tengah
pendopo tampak sumringah. Rembulan di luar dan lampu minyak jarak yang berderet
di pilar-pilarnya membuat suasana malam seperti siang.
Suara
gending mengalun merdu. Penayagan
menabuhkan gamelan dengan rancak, Sang Sinden nan ayu menyanyikan tembang sinom
dengan nada ceria.
Sementara
itu, ruang pringgitan sudah tertata
rapi. Perabot kayu jati sudah mengkilap. Meja berhias bunga. Beraneka hidangan
yang menggugah selera sudah cemawis.
Pendopo
Wirasaba sudah siap menerima tamu.
Tak
lama kemudian, prajurit jaga regol depan pendopo tergopoh-gopoh mengabarkan,
tamu yang ditunggu sudah datang. Pesan berantai melalui ajudan, disampaikan ke
tuan rumah, Adipati Wargahutama. Segera, Sang Adipati dan garwa-nya diiringi keluarga dan para pembesar, keluar menyambut
tetamu. Mereka adalah rombongan dari Kademangan Toyareka. Ki Gede Banyureka,
Sang Demang, berjalan paling depan.
Melihat
Sang Adipati menyambut, Ki Demang menyembah hormat. Segenap rombongan di belakangnya
melakukan hal yang sama. Meski lebih muda dan juga masih berkerabat, orang di
depannya adalah adipati, orang nomor satu di kadipaten yang harus Ia hormati.
Toyareka adalah kademangan bawahan Wirasaba.
Kedua
rombongan saling bertegur sapa di halaman pendopo. Akrab dan hangat. Usai
saling bertukar kabar, adipati kemudian menyela.
“Mari Adimas
Banyureka, kita ke langsung ke pringgitan,
Adinda Kencana sudah menyiapkan hidangan istimewa” ujar Sang Adipati ramah.
“Baik Kangmas
Adipati. Rasanya sudah lama banget saya tidak menikmati ingkung ayam dan sambel
terasi racikan juru masak handal Wirasaba,” ujar Ki Demang.
“Ya,
ya... ingkung ayam Wirasaba memang tiada duanya. Saya bisa habis nasi sebakul..
haha. Mari-mari, kita dhahar malam
dulu. Sehabis itu baru rembug tua,”
sambung sang Adipati.
Rombongan pun berjalan beriringan menuju pringgitan. Sementara itu, bocah-bocah dari kedua keluarga mengambil jalan lain. Mereka berhamburan ke halaman pendopo. Rembulan penuh dan cuaca yang cerah menjadi magnet untuk bergembira ria. Mereka berlarian kesana kemari. Bosan berlari-lari, lalu main cublak-cublak suweng, kemudian bermain sunda-manda. Sesudah permainan loncat-loncat itu, mereka kini bermain bentengan.
Bintang
dari kumpulan bocah-bocah itu adalah Rara Sukartiyah, puteri bungsu Adipati
Wargahutama. Selain busananya yang memang paling mewah. Bocah yang baru berumur
sewindu itu juga memang sudah menampakan ke-jelita-annya. Kulitnya tak terlalu
putih, tetapi cerah dan merona. Matanya bak bintang kejora yang meskipun
rembulan bersinar terang masih bisa menampilkan sinarnya. Tindak-tanduknya juga
ceria. Menggemaskan.Permainan Cublak-Cublak Suweng ( Dok : www.bobo.com)
Salah
satu bocah lelaki, memandang penuh kekaguman kepada Rara. Ia selalu mengikuti
gerak-gerik sang dara. Jika ada pembagian team dalam permainan, Ia selalu ingin
bersama dengan Rara. Jika harus berseberangan, Ia sengaja mengalah. Bocah itu
adalah Bagus Sukra, anak Demang Toyareka. Usianya baru lepas satu dasawarsa.
Sementara
itu, makan malam di pringgitan sudah usai. Kedua keluarga kini berpindah meja persamuhan. Adipati berada di ujung meja
berhadapan dengan Ki Demang. Istri Adipati dan Nyai Demang ada di meja utama. Para
kerabat mengelilingi meja, berjarak di belakangnya.
Setelah
semua duduk, sesaat keheningan meraja. Ki Gede Banyureka kemudian memecahkan
suasana.
“Kangmas
Adipati, saya dan keluarga kesini pertama ingin mempererat tali silaturahmi.
Sudah lama sejak pernikahan Ananda Joko Kaiman dan Rara Sukartimah kita sekeluarga
Toyareka belum bertandang lagi,” ujar Demang Toyareka penuh hormat, lalu
mengambil jeda sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya. “Kedua, kami kemari
untuk mengesahkan yang dulu kita berdua pernah berjanji, bahwa kita berdua akan
menjadi besan. Begitu Kangmas Adipati”
Adipati
Warga Utama menyimak dengan baik. Setelah menarik nafas panjang, Ia lalu menjawab.
“Adhimas Banyureka, saya jelas tidak lupa akan hal itu. Si bungsu Rara
Sukartiyah anaku kini sudah sewindu umurnya. Anada Bagus Sukra juga sudah mulai
tumbuh remaja. Perjodohan keduanya yang dulu pernah kita sepakati, mari kita
ikat lebih erat. Kita berdua akan menjadi besan. Wirasaba dan Toyareka menjadi
satu keluarga sekarang,” ujar adipati penuh wibawa.
“Maturnuwun
Kangmas. Kami sekeluarga sangat tersanjung bisa menjadi besan Keluarga Adipati
Wirasaba,” ujar Ki Gede Banyureka dengan senyum sumringah. Nyai Banyureka pun
tersenyum bahagia.
Sementara
itu, di halaman pendopo, Rara dan Bagus tengah berhadapan dalam permainan
bentengan. Mereka tak tahu bahwa nasib mereka sedang dibicarakan serius di
pringgitan.
Rara yang
jelita tapi tomboy dengan lincah berlari dan menerobos ‘benteng’. Bagus yang
harusnya menjadi penjaga terakhir membiarkan Rara menyentuh bentengnya.
“Bentengg!!!
Menang, kita menang!,” ujar Rara girang, lalu berjingkrak manja.
Bagus,
meski kalah, justru tersenyum.
Permainan
berakhir. Tim Rara, putri Adipati Wirasaba menang, Tim Bagus, putra Demang
Toyareka kalah.
Bersambung...
Keterangan :
Cerita tersebut merupakan rekaan yang bersumber dari Buku Turunan Sejarah Wirasaba : Salinan Aksara Jawa ke Huruf Latin (Dinarpus Kab. Purbalingga)
1 Response to "Cerbung Babad Wirasaba (Bagian 1) : Perjodohan"
Apakah sejarah Babad wirasaba sudah selesai tertulis ceritanya ?
Post a Comment