Ngaji Bareng #6 : Antara Kopi, Cerita, Cinta dan Surga
Alkisah, usai Nabi Sulaiman AS membangun Baitul Maqdis
dan menunaikan haji, Beliau melakukan perjalanan ke Yaman. Saat tiba di sana Nabi
memanggil pengawalnya, Burung Hud-hud, untuk mencari sumber air di tempat yang
kering dan tandus.Ngaji Bareng #6 di Kedai Kopikalitas (Dok : Tim Ngaji Bareng)
Ketika Burung Hud-hud muncul di hadapan Nabi Sulaiman AS, mereka berkata bahwa telah menemukan sebuah kerajaan yang besar dan megah bernama Saba atau Sheeba yang dikuasi oleh seorang ratu maha rupawan. Ratu itu namanya Balqis, Ia duduk di atas tahta megah bertabur permata berkilauan.
Selain soal ratu jelita, burung cerdas yang pandai berbicara itu juga memberikan laporan bahwa ada sebuah wilayah bernama Abissynia yang ditumbuhi oleh pohon yang buahnya ketika matang berupa butiran merah merona. Bijinya kemudian diolah dan dijadikan minuman yang membuat si peminum menjadi bergairah. Mereka menyebut biji buah itu sebagai ‘bun’ atau ‘bunna’ yang artinya ‘air mata malaikat’.
Kembali ke Ratu Balqis. Setelah
mendengar perkataan Burung Hud-hud, Nabi Sulaiman AS meminta pertolongan untuk menyampaikan
sebuah surat layang kangen kepada sang ratu. Isi suratnya meminta agar Sang
Ratu meninggalkan penyembahan kepada Matahari, beralih ke menyembah Allah SWT.
Setelah menerima surat Nabi Sulaiman, Ratu Balqis kebingungan. Ia berembug dengan pembantunya lalu memutuskan untuk mengirimkan hadiah berupa harta benda yang Ia pikir tidak akan mampu ditolak. Ratu Balqis ingin membuat Raja Sulaiman mengetahui kebesaran Negeri Saba.
Namun, hadiah itu ditolak dan dikirim balik. Ratu Balqis pun sadar bahwa Kerajaan Sulaiman bukan kaleng-kaleng. Ia pun memikirkan cara terbaik untuk menyelamatkan kerajaannya, tidak dengan perang, tetapi dengan jalan diplomasi. Balqis pun memutuskan anjangsana ke Kerajaan Nabi Sulaiman.
Raja Sulaiman menyambut Queen of Sheeba dengan persiapan matang. Beliau ingin menunjukkan kebesaran kerajaannya. Karpet merah digelar. Ia memerintahkan Jin Ifrit untuk membawa singgasana Ratu Balqis sebelum kedatangannya.
Saat sampai di istana Nabi Sulaiman, Ratu Balqis takjub mengetahui singgasananya ada di sana. Kemudian, ratu cantik itu double suprise saat melihat kemegahan Istana Sulaiman. Keraton Saba yang menurutnya sudah luar biasa indah, tidak ada apa-apanya dibandingkan Istana Sulaiman. Ada satu momen dimana saat Ia masuk dalam sebuah ruangan berlantai dan dinding-dindingnya terbuat dari kaca, Ratu Balqis menyingkap pakaiannya karena mengira sedang melewati kolam yang besar berair jernih.
Singkat kata, melihat berbagai fenomena itu Ratu
Balqis menyadari kelemahan dirinya atas Nabi Sulaiman. Ia pun akhirnya mengikuti
kepercayaan Sulaiman dan menyembah Allah SWT.Setelah itu, pasangan ratu dan
raja yang masih jomblo itu kemudian
mengikat janji suci. Nah, salah satu hidangan yang diberikan adalah air ‘bun’ dari
Abissynia yang dibawa
Burung Hud-hud. Sebuah sajian istimewa yang jika diminum akan menimbulkan
semangat dan gairah.Ratu Bilqis dan Nabi Sulaiman (Dok : www.naviri.org)
Kisah tersebut di atas disampaikan oleh Kang Ashari Kimiawan, Owner Kopikalitas. Ia menjadi salah satu ‘penyeduh cerita’ acara Ngaji Bareng #6 dengan tema ‘Kopi : Cerita, Cinta dan Surga’ yang digelar di kedainya yang terletak di seberang Pasar Mandiri, Kamis malam (26/05/2021).
Bunna dari Abissynia yang kemudian hari dikenal dengan nama Ethiopia itu kemudian dibawa oleh Bangsa Arab. Mereka menyebutnya dengan ‘qahwa’ yang artinya ‘kuat’. Qahwa kemudian diserap dalam Bahasa Turki Usmani ‘kahveh’. Saat masuk ke Eropa pada tahun 1600-an kemudian disebut dengan ‘coffee’ di Inggris Raya. Kemudian, dalam Bahasa Belanda menjadi ‘koffie’.
“Nusantara kemudian mengenal biji ‘surga’ itu karena dibawa Belanda dan kata ‘koffie’ diserap menjadi ‘kopi’,” imbuh maestro kopi Purbalingga itu.
Penyeduh cerita lainnya, Muhamad Kholik alias Kang Pherle yang memberikan sudut pandang
sisi religius menyebutkan kopi dulunya identik minuman ritual dan spiritual.
Menurutnya, para sufi ketika Abad XIII, ketika melakukan qiyamullail meminum kopi agar kuat begadang.Ngaji Bareng (Dok : Pribadi)
“Qohwah atau qahwa asal kata dari Al-Qowiyyu, salah satu asmaul husna yang artinya sang maha kuat. Ini selalu di wiridkan para Sufi Yaman, kemudian orang awam mendengarkan Al-Qowiyyu seperti qohwah atau qahwa,” ujarnya
Kang Pherle menyampaikan hal itu bisa dimaknai agar para peminum kopi selalu diberi kekuatan oleh Allah SWT.
Kemudian, kopi juga disebutkan kisah-kisah religi seperti yang diriwayatkan oleh Al-Habib Abubakar bin Abdullah al-Atthas berkata :
“Sesungguhnya tempat yang ditinggalkan dalam keadaan sepi atau kosong maka jin akan menempatinya. Sedangkan tempat yang biasa digunakan untuk membuat hidangan kopi maka para jin takkan bisa menempati dan mendekatinya.”
Tarik Ibnu Tayyib juga mengatakan bahwa :
“Kopi adalah penghilang kesusahan pemuda, senikmat-nikmatnya keinginan bagi engkau yang sedang mencari ilmu.”
“Kopi adalah minuman orang yang dekat pada Allah didalamnya ada kesembuhan bagi pencari hikmah diantara manusia”
“Kopi diharamkan bagi orang bodoh yang mengatakan keharamannya dengan keras kepala.”
(Catatan : riwayat-riwayat tersebut dikisahkan oleh ahli sufi bukan ahli hadist)
Selanjutnya, founder Griya Petualang itu juga menyinggung kondisi sosial politik di zaman kolonial. Pada saat itu, Pemerintah Kolonial Belanda takut dengan keberadaan kedai-kedai kopi. “Sebab, di kedai kopi itulah dibicarakan politik dan keresahan sosial yang menjadi salah satu sumber pemantik perlawanan rakyat,” katanya.
Kemudian, ‘penyeduh cerita’ berikutnya yaitu Kang
Igo Saputra (saya sendiri) yang sedianya hadir pada acara tersebut, namun
karena satu dan lain hal tidak bisa datang tepat waktu. Saya hadir pada saat
acara sudah usai namun masih ramai khalayak. Masih bisa lah ngobrol ngalor ngidul ‘after party’.
Sebenarnya saya akan menyampaikan tentang sejarah kopi di Purbalingga. Begini, data Statistiek der Residentie Banjoemas yang dilansir oleh pemerintah Hindia tahun 1836 menunjukkan bahwa di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Kabupaten Purbalingga itu sudah terdapat sekitar 10.010.000 batang pohon kopi pager, kopi hutan dan kopi kebun baik pohon muda maupun pohon produktif. Angka itu merupakan yang terbesar di wilayah Karesidenan Banyumas sehingga Purbalingga bisa dikatakan sebagai produsen kopi terbesar di wilayah Banyumas dan sekitarnya.
Jejak sejarah era cultuurstelsel itu masih terdapat di Kecamatan Karangreja. Sampai saat ini, masih ada dua buah bangunan atau yang lebih umum disebut dengan istilah ‘gardu jaga’ yang berdiri di tepian jalan raya di wilayah Kecamatan Karangreja, satu gardu berdiri di Jl.Goa Lawa, Desa Siwarak dan satunya lagi berdiri di Desa Tlahab Lor, tepatnya di tepi jalan provinsi yang menghubungkan wilayah Purbalingga dan Pemalang.
Gardu itu merupakan pos penjagaan yang dibangun pemerintah Hindia Belanda untuk mengawasi perkebunan, salah satunya perkebunan kopi yang ada di wilayah Karangreja dan sekitarnya. (Selengkapnya tentang gardu jaga tanam paksa bisa dibaca di link berikut)
Sebagai pusat kopi belanda menyebutnya Koffie Centraal yang berarti Sentra Kopi. Penduduk lokal masih menyebut Kopi Santri yang diperkirakan berasal dari kata Koffie Centraal.
Namun, karena kurang baiknya manajemen produksi, serangan wabah karat daun dan masuknya penjajah Jepang ke Indonesia, sentra perkebunan kopi meredup. Jumlah tnaman kopi turun lebih drastis akibat mewabahnya penyakit Hemileia vastatrix atau karat daun yang menyerang tanaman kopi, terutama tanaman yang ditanam pada ketinggian di bawah 1100 mdpl.
Industri Kopi Menggeliat
Saat ini, industri kopi dunia mulai menggeliat. Budaya minum kopi saat ini sudah mewabah. Peminum kopi pun sudah mulai peduli darimana asal kopi, bagaimana kopi diproses sampai bagaimana cara menyeduh kopi yang mereka nikmati. Kedai, cafe, warung yang menyajikan kopi dengan cara kekinian tumbuh dan berkembang dimana-mana.
Gelombang perkembangan industri kopi juga sampai ke Purbalingga. Saat ini, Industri Kopi di Bumi Perwira tumbuh dan berkembang pesat.
Pada sektor hulu, petani di desa-desa mulai peduli proses budidaya dan pasca panen yang baik. Kemudian, pengolahan kopi pun mulai tumbuh sehingga petani tidak hanya menjual biji kopi basah tetapi sudah diolah menjadi green bean, roast bean bahkan kopi bubuk.
Pada sektor hilir, cafe-kedai-warung kopi juga tumbuh pesat. Mereka kini tak menyajikan kopi pabrikan tetapi kopi lokal Purbalingga dengan berbagai teknik penyajian.
Maju Terus Kopi Purbalingga!!
0 Response to "Ngaji Bareng #6 : Antara Kopi, Cerita, Cinta dan Surga"
Post a Comment