Jenderal Soedirman, Pahlawan Nasional Kelahiran Purbalingga
Design by @hcwidodo & Mas Goen |
Kalau Wisata ke Golaga, Jangan Lupa Ajak Teman
Inilah Purbalingga, Bumi Kelahiran Jenderal Soedirman
Bung Karno pernah berkata, Jas Merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Kalau menurut Penyair WS Rendra, Si Burung Manyar, dalam puisinya Ia mengungkapkan pentingnya sejarah seperti ini :
Karena kami tidak menguasai ilmu untuk membaca tata buku masa lalu,
dan tidak menguasai ilmu untuk membaca tata buku masa kini,
maka rencana masa depan hanyalah spekulasi keinginan dan angan-angan.
Jadi, sejarah itu penting. Selayaknya sajaratun yang artinya pohon, maka sejarah adalah akarnya. Bagaimana batang kuat (masa kini) dan menghasilkan buah yang ranum (masa depan) tergantung upaya akar menyerap sari-sari makanan alias kehidupan masa kini dan mendatang sangat dipengaruhi oleh bagaimana kita mengambil pelajaran dari masa silam.
Sebagaimana telah tertulis dalam sejarah, Kabupaten Purbalingga menjadi tempat kelahiran seorang perwira, pahlawan nasional, jenderal besar beliau adalah Soedirman. Ahad Pon, Bulan Maulud bulan kelahirannya Nabi Muhammad, 24 Januari 1916, Soedirman lahir di Dusun Rembang, Desa Bantarbarang, Purbalingga.
Ia bukan lahir dari kalangan bangsawan, Soedirman ini keturunan dari rakyat jelata. Bapaknya, Karsid Kartawiradji, kuli pabrik gula. Saat Siyem, ibundanya mengandung Soedirman, Karsid kena PHK. Oleh karenanya, mereka terpaksa menumpang di rumah saudari Siyem yang bernama Tarsem di Rembang. Tarsem lumayan bekecukupan karena bersuamikan seorang Asisten Wedana bernama Raden Cokro Sunaryo.
Saat ‘ngenger’ inilah Siyem melahirkan seorang anak lelaki yang diberi nama oleh pamannya, Soedirman. Karsid dan Siyem tak mampu merawatnya sehingga akhirnya menitipkan kepada Keluarga Cokro Sunaryo sehingga diberi gelar Raden.
Soedirman tak sampai sewarsa di ‘Bumi Perwira’, setelah Cokro Sunaryo pensiun pada pada tahun yang sama dengan kelahirannya, Ia dibawa ke Manggisan, Cilacap. Di kota itu, bapak kandungnya meninggal saat Soedirman balita, ibunya kemudian menitipkan sepenuhnya kepada Cokro Sunaryo dan pulang ke kampung halamannya di Parakan Onje, Banyumas.
Akhirnya, Soedirman pun dianggap sepenuhnya seperti anak sendiri. Ia mendapat penngetahuan falsafah Jawa dari ayah angkatnya itu dan diberikan pendidikan agama Islam di bawah bimbingan Kyai Haji Qahar. Soedirman sejak anak-anak dikenal taat agama. Ia selalu shalat tepat waktu, bahkan dipercaya untuk mengumandangkan adzan dan iqamat di surau setempat.
Saat berusia tujuh tahun, Soedirman terdaftar di sekolah kolonial untuk pribumi Hollandsch Inlandsche School (HIS). Pada tahun kelimanya bersekolah, Soedirman sering diejek oleh kawan-kawanya yang sebagian besar anak bangsawan bahkan diminta untuk berhenti sekolah. Soedirman lalu pindah ke sekolah Perguruan Taman Siswa. Baru setahun, Taman Siswa dibubarkan Pemerintah Kolonial Belanda, sebab terkena beleid ‘ordonansi sekolah liar’.
Setelah itu, Soedirman pindah ke Sekolah Menengah Wirotomo yang guru-gurunya adalah kaum nasionalis. Pendidikan dari mereka turut mempengaruhi pandangan Soedirman terhadap Penjajah Belanda. Soedirman selalu belajar dengan tekun di sekolah. Seorang gurunya di Wirotomo, Suwarjo Tirtosupono menyebut Soedirman sudah mempelajari pelajaran tingkat dua pada saat masih tingkat satu. Soedirman sangat pintar dalam pelajaran matematika, ilmu alam dan bahasa, baik Belanda maupun Indonesia. Soedirman pun mengajari adik-adik dan teman sekelasnya sehingga disebut sebagai ‘Guru Cilik’.
Pada sekolahnya yang ketiga itu, Soedirman juga menjadi semakin taat agama di bawah bimbingan gurunya, Raden Muhammad Kholil. Ia bahkan sampai dipercaya untuk memberikan ceramah kepada siswa lain. Sebab alimnya itu, teman-teman sekelasnya sampai memanggilnya ‘kaji’ atau ‘kajine’.
Soedirman remaja juga aktif berorganisasi sejak sekolah. Ia menjadi anggota Perkumpulan Siswa Wirotomo, lalu di bidang seni ikut dalam klub drama dan kelompok musik sekolah. Soedirman juga senang olah raga, Ia berposisi sebagai bek di tim sepakbola Banteng Muda Cilacap. Meski krempeng, Sudirman bek yang tangguh sehingga sering menjadi incaran permainan keras lawan sampai kaki ‘Sang Jenderal Lapangan Hijau’ itu cedera karena sering di-tackling lawan.
Soedirman juga aktif di luar sekolah, yaitu, Persyarikatan Muhammadiyah. Ia turut mendirikan Hizboel Wathan Cabang Cilacap, sebuah organisasi pepanduan putra milik Muhammadiyah dan kemudian dipercata menjadi pemimpinnya.. Kajine menjalankan amanah dengan baik, seluruh kegiatan Hizboel Wathan terencana dan tereksekusi dengan baik. Ia bahkan bersikeras kontingen dari Cilacap harus berkiprah lebih luas, salah satunya ikut menghadiri konferensi Muhammadiyah di seluruh Jawa.
Pada organisasi kepanduan itu, Soedirman juga menekankan perlunya pendidikan agama. Ia. turun tangan mengajari para anggota muda Hizboel Wathan tentang sejarah Islam dan pentingnya moralitas. Soedirman juga memberlakukan disiplin militer di organisasi kepemudaan itu.
Dengan bekal seperti itu, tak heran Soedirman kemudian menjadi sosok pemimpin yang baik. Saat jepang datang, Ia menjadi Komandan PETA. Ketika Jepang semena-mena, Ia pun tak ragu untuk menentangnya. Setelah Indonesia merdeka, kemudian Belanda ingin menjajah kembali, Soedirman pun tak ragu untuk terjun ke palagan tempur.
Kala para tentara berembug memilih pimpinan tertinggi untuk pertama kalinya. Soedirman yang masih sangat muda, 29 tahun, dipercaya menjadi pimpinan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 12 November 1945.Pada sebuah kesempatan, Juli 1946, Soedirman membawakan pidato yang menggetarkan. Ia mengajak Indonesia sebagai suatu bangsa yang telah memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 harus tetap teguh memegang pendirian dan menetapi sumpah bersama.
“Insyaf, ingat dan ikutilah semboyan-semboyan dari Kepala Negara kita Boeng Karno, selaku amanat yang di antaranya perlu kami tegaskan, : lebih baik hidup sebagai Rajawali di gunung yang tandus dan mencari sebutir beras sendiri, tetapi hidup bebas dan merdeka. Lebih baik makan batu daripada dijajah kembali”.
Meskipun pimpinanmiliter saat itu dan keadaan negara bergejolak dimana sangat mudah untuk meraih kekuasaan lebih tinggi, Soedirman mengedepankan kepentingan negara. Soedirman sangat menghormati atasannya, Presiden Soekarno. Menurutnya, sebagai muslim, tiap-tiap perintah dari pimpinan yang berdasarkan kebenaran dan keadilan wajib diamalkan sebagaimana mestinya.
Soedirman mengatakan bahwa kemerdekaan satu negara yang didirikan di atas timbunan runtuhan ribuan jiwa-harta-benda dari rakyat dan bangsanya, tidak akan dapat dilenyapkan oleh manusia siapa pun juga. Hendaknya perjuangan, ujar beliau, harus kita dasarkan pada kesucian. “Kami percaya bahwa perjuangan yang suci itu senantiasa mendapat pertolongan dari Tuhan”.
Sebagai seorang saleh, Soedirman juga selalu mengajak pasukannya untuk menjaga wudlu, shalat tepat waktu, cinta rakyat sepenuh hati. Soedirman yakin sepenuhnya bahwa kejahatan akan menang bila orang yang benar tidak melakukan apa-apa.
Perjuangannya tak sia-sia. Kemerdekaan berhasil dipertahankan. Pada 27 Desember 1949 Belanda akhirnya benar-benar mengakui kedaulatan Indonesia. Negara yang menjajah negeri ini berabad-abad itu resmi hengkang dari Bumi Nusantara.
Tak lama kemudian, 29 Januari 1950, Soedirman berpulang. Sang Jenderal itu seolah hanya ditugaskan mengantarkan kemerdekaan negeri ini. Soedirman wafat dalam usia yang masih sangat muda, 34 tahun.
Indonesia yang masih berusia muda berduka. Surat kabar menulis bahwa Indonesia telah ditinggal oleh seorang "Pahlawan yang Jujur dan Pemberani” dan telah "Kehilangan Seorang Bapak yang Tidak Ternilai Jasa-jasanya kepada Tanah Air". Tokoh Muslim Indonesia, Buya HAMKA, menggambarkan sosok Soedirman sebagai "Lambang dari Kebangunan Jiwa Pahlawan Indonesia".
Itulah sosok Jendera; Besar Soedirman yang lahir di Bumi Perwira. Pemimpin sesungguhnya, Sang Perwira. Sosok yang meski badan rapuh, semangatnya tak pernah runtuh. Meski paru-paru tinggal separuh, medan perjuangan yang berat terus ditempuh. Meski harus ditandu, Soedirman terus berjuang menggebu.
Soedirman adalah Teladan.
Soedirman
lahire nang Bantarbarang
Pinter ngaji, gedene mimpin perang
Sabdane kaya ratu kapanditan
Kridane kena kanggo patuladan
(Penggalan Lagu Jenderal Soedirman by Dedy Pitak, Musisi Purbalingga)
Hari ini, 31 Agustus 2022 pada rangkaian kegiatan Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke 77 Kemerdekaan RI dilakukan Kirab 300 Tandu oleh Divisi Soedirman. Ribuan orang berjalan berpuluh kilometer dari Monumen Tempat Lahir (MTL) Jenderal Soedirman di Rembang menuju alun-alun Purbalingga.
Selain untuk menghayati perjuangan beliau, mengenang jasa para pahlawan, memperingati hari kemerdekaan, hal ini sekaligus upaya untuk membumikan bahwa Purbalingga adalah tempat kelahiran Sang Panglima Besar, Jenderal Soedirman.
0 Response to "Jenderal Soedirman, Pahlawan Nasional Kelahiran Purbalingga"
Post a Comment